Hari Buruh, Rieke : Indonesia Darurat Jaminan Sosial

rieke hari buruh 2017 bjps
rieke hari buruh 2017 bjps

BERITACIKARANG.COM, CIKARANG UTARA – Menjelang Hari Buruh Internasional 01 Mei 2017, anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka memberikan catatan terkait dengan masih banyaknya pekerja di Indonesia yang belum mendapatkan jaminan sosial dan tidak terdaftar baik di BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Padahal, kata dia, UU BPJS pasal 15 menegaskan bahwa setiap perusahaan wajib mendaftarkan para pekerjanya menjadi peserta di BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dengan sistem pembiayaan cost sharing antara pekerja dan pemberi kerja.

Bacaan Lainnya

“Pasal 55 menyatakan bahwa perusahaan yang tidak membayarkan iuran BPJS yang menjadi tanggungjawabnya terancam mendapatkan sanksi berupa pidana penjara paling lama 8 tahun dan denda hingga 1 Miliar,” kata Rieke, Minggu (30/04).

Menurut dia, berdasarkan data BPS di tahun 2016 jumlah angkatan kerja sebanyak  120.647.697 orang.  “Dari data tersebut diperkirakan jumlah pekerja yang terserap sektor formal hanya 42,24% atau setara dengan 48,5 juta orang saja,” kata Rieke.

Jika dibandingkan dengan angka kepesertaan BPJS, lanjutnya, maka kepesertaan BPJS Kesehatan berdasarkan data per 28 Februari 2017 adalah 10.127.263 orang pekerja. Dengan rincian perusahaan swasta 9.626.631 pekerja dan BUMN baru sebanyak 500.632 pekerja.

“Sementara untuk BPJS Ketenagakerjaan per 31 Desember 2016 tercatat jumlah peserta 22.600.000 orang pekerja. Terdiri dari 22.025.246 orang karyawan perusahaan swasta dan 574.574 orang karyawan BUMN,” ungkapnya.

Dari data diatas, pemeran Oneng dalam sinetron komedi Bajaj Bajuri itu menyatakan bahwa masih minimnya kepesertaan BPJS bagi para pekerja di Indonesia, termasuk bagi karyawan BUMN. “Hal ini, memperlihatkan ketidakpatuhan terutama perusahaan BUMN yang seharusnya menjadi contoh pertama ketaatan terhadap UU,” kata Rieke.

Kemudian, lanjutnya, mayoritas pekerja Indonesia belum mendapatkan lima jamianan sosial yang terdapat di BPJS Kesehatan (Jaminan Kesehatan) dan BPJS Ketenagakerjaan (Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun dan Jaminan Kematian).

“Tentu saja hal ini sangat berbahaya bagi pekerja Indonesia dan keluarganya karena masih tingginya resiko kecelakaan kerja hingga kehilangan pekerjaan, serta kondisi tanpa pelindungan saat tanpa Kerja dan pasca kerja,” ungkapnya.

Selain itu, kata Rieke, masih terdapat ketidaksinkronan jumlah peserta di BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan serta belum maksimalnya kinerja Dewan Jaminan Sosial Nasional, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan sebagai penyelenggara, termasuk Dewan Pengawas di kedua BPJS tersebut.

“Untuk itu, saya mendukung Pemerintah untuk lebih serius dalam menjalankan UU SJSN dan BPJS. Dan berani memberikan sanksi kepada pemberi kerja yang tidak mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta di kedua BPJS,” ucapnya.

Ia pun meminta Pemerintah untuk mendorong BUMN beserta anak-anak perusahaannya menjadi contoh dalam memenuhi kewajiban terjaminnya Lima Jaminan Sosial bagi seluruh pekerjanya apa pun status kerjanya, sesuai perintah UU.

“Dan sayapun mendukung pemerintah untuk segera memperbaiki berbagai regulasi turunan UU BPJS . Tujuannya agar watak Jaminan Sosial tidak berubah menjadi jaminan komersial, yang bukan melindungi, tetapi malah menambah beban pekerja Indonesia pada khususnya dan seluruh Rakyat pada umumnya,” tandasnya. (BC)

Pos terkait