BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT – Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bekasi, Hudaya menegaskan dalam penyegelan tempat karaoke di Ruko Thamrin – Lippo Cikarang institusinya hanya melaksanakan tugas sebagai penegak Peraturan Daerah (Perda).
Kaitan dengan protes yang disampaikan para pengusaha karaoke, Hudaya mengatakan itu adalah hal biasa. Apalagi, sosialisasi dan tahapan yang telah dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi untuk melaksanakan penegakan Perda ini sudah berlangsung lama.
BACA: 7 Karaoke di Lippo Ciikarang Disegel Satpol PP
“Warung remang-remang yang di pinggir Kalimalang juga kita bongkar kok, tetapi dengan cara penertiban bangunan liar (bangli-red) karena bangunan mereka itu kan berdiri di tanah negara dan minggu ini sudah kita sampaikan Peringatan II kepada pemiliknya,” kata Hudaya, Kamis (11/10).
Sementara untuk live musik, Hudaya mengatakan di Peraturan Bupati (Perbup) tentang petunjuk pelaksanaan Perda No 3 Tahun 2016 telah diatur lebih detail live musik seperti apa yang diperbolehkan dan dilarang beroperasi di Kabupaten Bekasi.
“Jadi kalau live musik seperti di acara hajatan, kosidahan dan lain sebagainya itu ada pengecualiannya di Perbup sementara live musik yang tidak diperbolehkan itu adalah live musik yang ada di klub-klub malam,” kata Hudaya.
Kaitan dengan tenaga kerja, Hudaya mengatakan pemerintah daerah telah memberikan solusi, yakni dengan mengubah usaha kepariwisataan yang mereka miliki, misal menjadi restoran atau usaha kepariwisataan lainnya yang tidak bertentangan dengan Perda No 3 Tahun 2016. “Dan itu juga sudah lama kita sampaikan kepada mereka,” ucapnya.
BACA: Hari Kedua Penyegelan Karaoke di Lippo Cikarang, Pengusaha Hiburan Minta Pemkab Revisi Perda
Diberitakan sebelumnya, penyegelan tempat karaoke di ruko Thamrin – Lippo Cikarang memasuki hari kedua, Rabu (10/10) pagi. Petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bekasi didampingi aparat kepolisian dan TNI kali ini langsung menutup secara paksa 13 tempat karaoke yang tersisa di lokasi itu.
Adapun ke 13 tempat karaoke yang disegel di hari kedua penegakan Perda No 3 Tahun 2016 tentang Penyelanggaran Kepariwisataan ini diantaranya adalah Venus, Hio, Javazs, Sinjoku, T-aRa, Neo Eden, Black Fear, Time, Sabondama, King, Pinky Star, Cinderela dan Vitamin.
Muklis Hartoyo, perwakilan dari para pengusaha hiburan malam di lokasi tersebut mengatakan para pengusaha berharap adanya kebijakan dari Pemerintah Daerah untuk dapat merevisi Perda No 3 Tahun 2016. Pasalnya akibat Perda itu tempat usaha mereka yang sudah beroperasi bertahun-tahun lamanya kini menjadi ilegal dan dan ditutup secara paksa oleh aparat.
“Kami ingin dilegalkan karena pada dasarnya kami sepakat tidak ingin ada prostitusi, tidak ada narkoba dan lain sebagainya, serta harus sesuai dengan ketentuan atau prodesur yang ada di pemerintahan kita,” kata Muklis Hartoyo.
Apalagi, sambungnya, dari sejumlah usaha kepariwisataan yang dilarang beroperasi di Kabupaten Bekasi, selain karaoke juga ada live musik.
“Kalau live musik tidak boleh, maka live musik seperti dangdut, organ tunggal, band atau bahkan kosidahan ini juga dilarang di Kabupaten kita. Ini kan nggak baik, apalagi untuk kreasi-kreasi anak muda yang ingin mengembangkan bakat musiknya. Jadi saya fikir pemerintah daerah harus segera merevisi perda ini,” ucapnya.
Selain itu, tambah Muklis, penyegalan tempat karaoke oleh pemerintah daerah juga menimbulkan masalah baru, yakni persoalan ketenagakerjaan. “Usaha pariwisata ini menyerap ribuan tenaga kerja di dalamnya. Ini mau dikemanakan oleh pemerintah daerah? Sehingga menurut saya ini juga harus dipikirkan,” kata dia.
Muklis juga mengelak anggapan sejumlah pihak yang menyatakan bahwa tempat karaoke kerap dijadikan sebagai ajang prostitusi terselubung. “Ketidakadilan kami rasakan disini. Kami dianggap tempat prostitusi padahal banyak warung remang-remang yang justru saya pikir itu yang harus diutamakan. Bukan di tempat kita,” cetusnya.
Sebagaimana diketahui, penyegalan tempat karaoke ini berkaitan dengan diberlakukannya Peraturan Daerah nomor 3 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi. Pasal 47 ayat 1 Perda tersebut menyatakan bahwa diskotik, bar, klab malam, pub, karaoke, panti pijat (massage), live musik dan jenis-jenis usaha lainnya yang tidak sesuai dengan norma agama dilarang beroperasi di Kabupaten Bekasi. (BC)