BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT – Pemerintah Kabupaten Bekasi tengah mempertimbangkan kebijakan penghapusan denda Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mendorong para wajib pajak melunasi tunggakan mereka di tengah kondisi keuangan daerah yang sedang menurun.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Bekasi, Iwan Ridwan, mengungkapkan bahwa keputusan tersebut diambil sebagai respons terhadap penurunan Transfer ke Daerah (TKD) dari pemerintah pusat yang mencapai 30 persen.
“Kondisi keuangan daerah saat ini sedang anjlok. Oleh karena itu, kami mempertimbangkan opsi untuk membebaskan denda saja, sehingga masyarakat tetap dapat membayar pokok tunggakan mereka,” ujar Iwan Ridwan.
Berdasarkan data Bapenda Kabupaten Bekasi, total piutang PBB yang belum terbayarkan telah mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Angka ini merupakan akumulasi dari tunggakan pajak yang belum dilunasi selama lebih dari lima tahun terakhir.
BACA: Piutang PBB di Kabupaten Bekasi Didominasi Golongan Sultan
Tingginya nilai piutang tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah rendahnya kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban membayar pajak. Selain itu, kondisi ekonomi masyarakat juga menjadi salah satu penyebab utama.
“Faktor pertama adalah tingkat kesadaran masyarakat terhadap kewajiban membayar pajak yang masih rendah. Kedua, kemampuan ekonomi masyarakat juga menjadi kendala. Banyak yang menunda pembayaran karena merasa belum mampu, sehingga tunggakan terus bertambah,” kata dia.
Iwan menambahkan bahwa rencana penghapusan denda ini telah sejalan dengan arahan Bupati Bekasi, Ade Kuswara Kunang. Namun, ia menegaskan bahwa kebijakan ini harus diterapkan secara adil dan proporsional
“Jika memang masyarakat benar-benar tidak mampu, tentu wajib kita bantu. Namun, bagi yang mampu, kebijakan ini harus diterapkan secara adil. Adil itu kan tidak harus sama, tetapi proporsional,” tegasnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi, Jiovanno Nahampun menyoroti imbauan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terkait penghapusan tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang akan dijalankan oleh Pemerintah Daerah.
Politisi PDI Perjuangan itu khawatir kebijakan tersebut tidak tepat sasaran jika dilakukan di Kabupaten Bekasi tanpa skema yang jelas. Pasalnya, nilai piutang PBB di wilayah tersebut sangat besar, yakni mencapai lebih dari Rp 1 triliun, dengan mayoritas penunggak berasal dari kalangan ekonomi menengah atas.
Sedangkan masyarakat biasa yang hanya memiliki satu rumah, justru lebih patuh membayar pajak.
“Jadi jangan serta merta imbauan tersebut diadopsi tanpa memperhatikan bagaimana skemanya. Lihat dulu siapa sebenarnya yang menunggak PBB dan siapa penerima manfaatnya jika tunggakan dihapuskan,” kata Jiovanno Nahampun, Kamis (21/08).
BACA: Dedy Mulyadi Imbau Pemkab Hapus Tunggakan PBB Warga Kabupaten Bekasi
Berdasarkan temuan Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi, banyak tunggakan PBB berasal dari masyarakat yang tergolong mapan secara ekonomi. Mereka memiliki banyak aset berupa rumah dan tanah, tetapi tidak patuh membayar pajak. Bahkan beberapa kasus menunjukkan nilai tunggakan mencapai ratusan juta rupiah.
“Salah satu contoh adalah tunggakan sebesar Rp 400 juta akibat pajak yang tidak dibayar selama bertahun-tahun. Kasus seperti ini banyak ditemukan di wilayah perkotaan, seperti Cikarang, Tambun, hingga Cibitung,” ungkapnya.
Politisi PDI Perjuangan itu menilai bahwa penghapusan tunggakan PBB memang dapat meringankan beban masyarakat, tetapi harus dilakukan secara selektif agar tidak merugikan daerah. Jika penghapusan dilakukan terhadap wajib pajak yang sebenarnya mampu membayar tetapi sengaja lalai, maka potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan terganggu. Padahal, PAD dari sektor PBB sangat penting untuk mendukung pembangunan infrastruktur.
Menurut Jiovanno, dana dari tunggakan pajak yang besar sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan infrastruktur daerah. Ia memberikan contoh bagaimana dana dari tunggakan ratusan juta rupiah dapat digunakan untuk membangun ruang kelas baru bagi sekolah dasar atau menengah pertama.
“Kalau tunggakan mau dihapuskan, jangan diberlakukan bagi semua wajib pajak. Penghapusan hanya berlaku bagi warga menengah ke bawah yang memang membutuhkan bantuan. Sebaliknya, bagi kalangan menengah atas yang mampu tetapi tidak patuh, upaya penagihan harus ditingkatkan,” tegasnya.
Selain itu, Jiovanno juga mengkritik kurangnya inovasi dalam proses penagihan PBB di Kabupaten Bekasi. Ia menyebut bahwa alasan kekurangan personel sering kali menjadi kendala dalam penagihan pajak. Padahal, pemerintah daerah seharusnya dapat menciptakan konsep penagihan yang lebih efektif dan efisien.
“Jangan fokus pada penghapusan saja, tetapi pikirkan bagaimana mekanisme penagihannya. Kalau mereka adalah individu yang mampu tetapi sengaja lalai, apalagi nilai tunggakannya besar, ya jangan dihapuskan melainkan ditagih dengan tegas,” pungkasnya. (DIM)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
















