Sarifudin ‘Lawan’ Arogansi Proyek Pembangunan Kereta Cepat Jakarta – Bandung

Sarifudin saat ditemui sebelum menghadiri persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi di Pengadilan Negeri Cikarang, Rabu (25/09).
Sarifudin saat ditemui sebelum menghadiri persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi di Pengadilan Negeri Cikarang, Rabu (25/09).

BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT  – PT PSBI selaku konsorsium dari beberapa BUMN yang ditugaskan untuk membebaskan tanah untuk proyek Kereta Cepat Jakarta –  Bandung diduga kuat telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap warga.

“Karena memang, terdapat keganjilan dalam mekanisme pemberian ganti rugi yang dilakukan PT. PSBI melalui Panitia Pengadaan Tanah kepada warga,” kata Sarifudin, salah seorang pemilik lahan yang terkena pembebasan untuk proyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung di Desa Lambang Jaya, Kecamatan Tambun Selatan, Rabu (25/09).

Bacaan Lainnya

Adapun keganjilan yang dimaksud, karena penetapan harga dilakukan secara sepihak oleh Panitia Pengadaan Tanah yang bersumber dari perhitungan penilai publik.

Padahal di dalam Pasal 2 UU No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum mengatur bahwa asas dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum yaitu asas: kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan, dan keselarasan.

Adapun asas kesepakatan dalam penjelasan UU tersebut adalah bahwa proses pengadaan tanah harus dilakukan dengan musyawarah para pihak tanpa unsur paksaan untuk mendapatkan kesepakatan bersama.

“Yang kami sayangkan proses musyawarahnya tidak ada. Hanya dispanduknya saja, judulnya musyawarah tetapi prosesnya tidak dilakukan. Warga langsung diberikan harga apresial di dalam amplop sehingga terkesan dipaksa untuk menyetujui. Kalau tidak setuju, nanti uangnya akan langsung dititipkan ke pengadilan. Dimana musyawarahnya?” kata dia heran.

Kedua, item-item dalam hasil penilaian ganti rugi yang diperhitungkan penilai publik pun tidak proporsional antara objek satu dengan lainnya.

“Sehingga selain mengalami kerugian karena pemaksaan harga lantaran dilakukan tanpa musyawarah, sebenarnya warga juga dirugikan dengan ketidakjelasan informasi mengenai hak untuk mengajukan keberatan,” tuturnya.

Atas dasar itulah, Sarifudin melalui kuasa hukumnya M. Adli Hakim H. SH, MH & Rekan mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Cikarang. Saat ini, persidangan telah masuk ke agenda mendengarkan keterangan saksi. Sementara pihak tergugat, yakni PT. PSBI diwakili oleh kuasanya yaitu Jaksa Pengacara Negara dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.

Terpisah, kuasa hukum Sarifudin, M. Adli Hakim H. SH, MH menyampaikan terdapat satu fakta menggelitik yang ditemukan pada persidangan sebelumnya, yakni sikap abai dari panitia pengadaan tanah dan PT.PSBI menjelma menjadi arogansi manakala seharusnya semua pihak menghormati dan menunggu proses hukum di pengadilan selesai.

“Namun keduanya menyepelekan proses hukum dengan melakukan upaya-upaya percobaan eksekusi atas tanah, bahkan secara terang-teragan menyatakan dalam sidang pengadilan bahwa mereka tidak akan menunda proses hanya karena ada gugatan dikarenakan ini adalah proyek strategis nasional, tuturnya.

Menurutnya, hal ini mengindikasikan bahwa panitia pengadaan tanah dan PT.PSBI bukan hanya menyepelekan masyarakat pencari keadilan tetapi juga menyepelekan lembaga peradilan.

“Jika dicermati dengan baik sebenarnya penetapan harga sepihak dan ketiadaan musyawarah dalam proses pembebasan lahan bukan hanya dialami oleh Bapak Sarifudin,” tuturnya.

Dalih yang sering dikumandangkan adalah saat ini, ganti rugi adalah ganti untung. Padahal pernyataan tersebut tidak bisa dijadikan parameter real dan hanyalah generalisasi belaka.

“Generalisasi pun terjadi antara lain karena sebagian masyarakat masih awam hukum dan hanya mengikuti apa yang dikatakan oleh Panitia Pengadaan Tanah  (sebagaimana Sarifudin pada awalnya) sehingga masyarakat merasa pesimis jika harus bangkit melawan instansi yang memerlukan tanah seperti lembaga pemerintah atau korporasi besar,” tuturnya.

Oleh karenanya, gugatan yang dilayangkan ini bertujuan tak lain agar Pengadilan Negeri Cikarang dapat memutuskan bahwa Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bekasi, PT. PSBI dan KJPP MBPRU telah melakukan perbuatan melawan hukum karena telah melanggar ketentuan UU No.2 Tahun 2012 yang mengharuskan adanya musyawarah.

“Dan atas pelanggaran yang dilakukkanya, kami juga meminta agar para tergugat dihukum dengan memberikan ganti rugi materil juga immateril,” tutupnya. (BC)

Pos terkait