BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT – Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil diwanti-wanti agar tidak merespon hasil paripurna Pemilihan Wakil Bupati Bekasi. Sebab, mengacu kepada tahapan yang telah dilakukan, pelaksanaan pemilihan dinilai cacat prosedural.
“Pemilihan kemarin saya nilai cacat prosedural dan Gubernur Jawa Barat nggak perlu merespon itu,” kata Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng, Kamis (19/03).
BACA: Panlih Klaim Tahapan Pemilihan Wakil Bupati Bekasi Sesuai Prosedur
Sebab, sambungnya, sesuai regulasi yang ada baik Undang-undang No 10 Tahun 2016, Peraturan Pemerintah No 12 Tahun 2018 dan Peraturan DPRD Kabupaten Bekasi Nomor 2 Tahun 2019 sudah jelas disebutkan bahwa partai pengusung Pasangan Bupati dan Wakil Bupati Bekasi terpilih di Pilkada 2017 lalu lalu harus merekomendasikan dua nama calon yang sama.
Selain itu, surat rekomendasi tersebut juga harus dikeluarkan oleh pengurus pusat partai pengusung masing-masing untuk kemudian diserahkan ke DPRD melalui Bupati. “DPRD juga sebetulnya harus ikuti prosedur. Sebelum ada usulan surat, dia nggak maju. Kalau saya melihat Kabupaten ini nunggunya nggak sabaran. Padahal sebetulnya aturannya sederhana banget dan jadi nggak sederhana ketika nilai politisnya terlalu tinggi,” kata dia.
Untuk itu, ia menegaskan agar Gubernur Jawa Barat tidak merespon hasil paripurna. “Ya nggak perlu ditindaklanjutin karena justru nanti yang akan disalahkan Gubernur. Karena sesuai undang-undang, salah satunya fungsi Gubernur itu kan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota di wilayahnya. Nah dia harus melihat juga jangan -jangan karena persoalan ini ada pihak-pihak yang menggungat dan menempuh jalur hukum. Hal-hal seperti ini harus jadi pertimbangan juga,” kata dia.
Diberitakan sebelumnya, meski telah diminta Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk ditunda, pelaksanaan pemilihan Wakil Bupati Bekasi tetap digelar melalui sidang paripurna DPRD Kabupaten Bekasi pada Rabu (18/03). Dalam kontestasi ini, terdapat dua nama yang dicalonkan yakni Akhmad Marjuki dengan nomor urut 1 dan Tuti Nurcholifah Yasin dengan nomor urut 2.
Menariknya, selain tak dihadiri unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) seperti Bupati, Dandim 0509/Kab Bekasi, Kapolres Metro Bekasi dan Kajari Kabupaten Bekasi, pemilihan juga tidak diikuti anggota DPRD dari Partai Golkar dan NasDem yang notabene sebagai partai pengusung pasangan Bupati dan Wakil Bupati Bekasi terpilih periode 2017-2020 di Pilkada tahun 2017 lalu.
Dari 50 anggota DPRD Kabupaten Bekasi periode 2019-2024, anggota DPRD yang hadir hanya berjumlah 40 orang sementara 10 diantaranya tak hadir. Mereka terdiri dari 7 orang anggota DPRD dari Partai Golkar, 1 orang dari Partai NasDem, 1 orang dari PBB dan 1 orang dari PKS. Dari hasil pehitungan perolehan suara, Akhmad Marzuki mendapat peroelahan 40 suara, sementara Tuti Nurcholifah Yasin yang juga memilih untuk tidak hadir dalam paripurna tak mendapatkan satupun suara.
Ketua Fraksi Partai Golkar, Asep Surya Atmaja menyatakan paripurna yang diselenggarakan tak ubahnya seperti dagelan. Untuk itu, ia bersama seluruh anggota DPRD dari Partai Golkar memutuskan untuk tidak hadir dikarenakan pelaksanaan paripurna sejak awal telah inkonstitusional.
“Partai Golkar adalah partai yang mengusung pasangan Bupati dan Wakil Bupati Bekasi (periode 2017-2020 di Pilkada tahun 2017-red). Keduanya merupakan kader dari partai kami, tetapi justru kami tidak diberi ruang untuk berbicara. Saya heran kenapa Panlih (Panitia Pemilihan Wakil Bupati yang dibentuk DPRD Kabupaten Bekasi) malah bekerja lebih cepat dari kami? Kok jadi mereka yang lebih repot dari kami?” tanyanya heran.
Kemudian pada proses tahapan yang dilakukan Panlih, ia juga melihat adanya keganjilan, yakni perubahan jadwal yang dilakukan secara mendadak. Menurut jadwal, seharusnya penetapan Calon Wakil Bupati oleh Panlih dilakukan pada tanggal 17 Maret 2020 dan Paripurna Pemilihan tanggal 19 Maret 2020. Namun yang terjadi, Panlih langsung mengubah jadwal ketika Partai Golkar menyerahkan surat rekomendasi terbaru ke Bupati Bekasi pada tanggal 09 Maret 2020.
Harusnya Penetapan Calon Wakil Bupati Bekasi tanggal 17 Maret, tapi mendadak diubah jadi tanggal 9 Maret ketika Bupati menerima surat rekomendasi Wakil Bupati dari Golkar. Ini jadi terburu-buru ditetapin Calon Wakil Bupati Bekasi beberapa menit kemudian, tapi lupa untuk verifikasi dokumen,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, secara tegas ia menyebut partainya telah dipermainkan oleh Panlih. Makanya, dalam paripurna tersebut Partai Golkar menarik diri dari kepanitiaan dan memilih untuk tidak menghadiri paripurna yang digelar hari ini.
Belum lagi, ada surat terbaru dari Pemprov Jawa Barat yang meminta agar pelaksanaan Paripurna Pemilihan Wakil Bupati Bekasi ditunda karena partai koalisi yakni Partai Golkar, PAN, Partai NasDem dan Partai Hanura belum bersepakat merekomendasikan dua nama.
“Rekomendasi Wakil Bupati pun belum sama semua, ada perbedaan nama. Di Undang-Undang 10 Tahun 2016 pasal 176 harus sama persis dan harus Bupati yang menyerahkan ke DPRD. Ini malah offside semua, makanya daripada kami dianggap tidak tunduk pada peraturan lebih baik kami tidak hadir dalam Paripurna itu,” tuturnya.
Juru Bicara Tuti Nurcholifah Yasin, Ahmad Budiarta mengungkapkan ketidakhadiran Tuti pada rapat paripurna pemilihan Calon Wakil Bupati Bekasi dikarenanakan pelaksanaannya inkonstitusional. Sebab sejauh ini, Tuti belum menyerahkan sejumlah dokumen persyaratan seperti yang diamanatkan pada Pasal 42 Peraturan DPRD Kabupaten Bekasi Nomor 2 Tahun 2019 sebagai turunan dari PP No 12 tahun 2018 dan UU No 10 tahun 2016.
“Kemudian, di pasal 43 jelas ada tahapannya. Tetapi dokumen saja belum diserahkan dan diverifikasi kok ujug-ujug telah ditetapkan sebagai Calon Wakil Bupati. Padahal dalam dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 itu ada surat pernyataan, tes kesehatan, tes BNN, SKCK, LHKPN dan lainnya yang harus dipenuhi oleh si Calon. Itu semua difasilitasi Sekretariat DPRD, sama ketika DPRD pertama dilantik jadi dewan. Tapi faktanya hal itu tidak dilakukan. Kok bisa, belum serahkan dokumen malah ditetapkan?” ungkapnya.
Budiarta menjelaskan dalam hal dokumen persyaratan, selama ini Tuti memang merasa belum pernah diminta oleh Panlih untuk menyerahkan dokumen persyaratan. “Hal itulah yang melatarbelakangi Tuti hingga saat ini belum menyerahkan dokumen persyaratan apapun kepada Panlih,” ungkapnya.
Disisi lain, sambung Budiarta, sebagai kader partai, Tuti Nurcholifah Yasin harus tunduk pada perintah partai. Pasalnya, saat ini Partai Golkar telah mengeluarkan surat rekomendasi baru yang ditandatangani Ketua Umum DPP Partai, Airlangga Hartarto dan Sekretaris Jenderal, Lodewijk Freidrich Paulus.
“Ada keluaran surat rekomendasi Wakil Bupati Bekasi yang baru, itu Ketum dan Sekjen yang tandatangani. Kita harus tunduk dan patuh atas perintah partai itu, makanya saya meminta Tuti untuk menahan diri agar tidak hadir dalam acara itu,” tandasnya. (BC)