Pemkab Bekasi Diminta Bantu Atasi Dampak COVID-19 Pada Sektor Pariwisata

Bunga celosia, salah satu spot foto di Taman Bunga Matahari. Sejak pandemi COVID-19, taman yang ada di Kp. Rawakeladi, Desa Sukamurni Kecamatan Sukakarya ini terpaksa tutup sementara.
Bunga celosia, salah satu spot foto di Taman Bunga Matahari. Sejak pandemi COVID-19, taman yang ada di Kp. Rawakeladi, Desa Sukamurni Kecamatan Sukakarya ini terpaksa tutup sementara.

BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT  – Pemerintah Kabupaten Bekasi diminta membantu secara konkret sector pariwisata yang terdampak COVID-19. Harapan ini disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Bekasi, Nyumarno.

“Di Kabupaten Bekasi, sektor pariwisata adalah sektor yang pertama kali mengalami dampak saat Pandemi Covid-19. Puluhan usaha pariwisata sudah lebih dulu tutup (tidak beroperasi) karena kesadaran pelaku usaha pariwisata tentang bahaya penularan COVID-19,” ungkap Nyumarno, Jum’at (08/05).

Bacaan Lainnya

Dikatakannya, sektor pariwisata yang tidak beroperasi pertama kali saat pandemi COVID-19 adalah sektor wisata alam, arena bermain anak, kolam renang dan usaha hiburan seni budaya seperti, jaipong, topeng, wayang golek, organ tunggal serta usaha hiburan sejenis lainnya.

“Mereka yang pertama praktis tutup jauh sebelum diterapkan PSBB. Mereka sudah tidak beroperasi lagi saat Kabupaten Bekasi ditetapkan kejadian luar biasa (KLB) pada 16 Maret 2020 yang lalu. Baru menyusul saat pemberlakuan PSBB Kabupaten Bekasi, usaha rumah makan, restaurant, dan sejenisnya juga harus tutup, termasuk untuk hotel dan penginapan juga mengalami penurunan tamu sampai hampir 80%,” katanya.

“Bahkan boleh di cek dan dibuktikan seperti pekerja seni, kawung tilu, taman limo, dan beberapa wisata alam jauh lebih dulu sadar untuk menutup usahanya, karena mengikuti pemberitaan dan himbauan pemerintah pusat, jauh sebelum KLB dan PSBB Kabupaten Bekasi,” sambung Nyumarno.

Dengan tidak beroperasinya usaha pariwisata di Kabupaten Bekasi ini, Nyumarno mengatakan sangat berdampak sekali baik kepada pelaku usaha pariwisata maupun para pekerjanya. Pelaku usaha pariwisata harus meliburkan pekerjanya, sehingga para pekerja juga tak sedikit yang mengalami dirumahkan bahkan di PHK.

“Akhirnya dampak mereka tidak punya penghasilan, dan keberlangsungan hidup menjadi terganggu. Meskipun memang juga ada pelaku usaha wisata yang baik, yang masih memberikan gaji para pekerjanya meskipun diliburkan. Pemerintah Daerah harus mempersiapkan strategi jangka pendek dan jangka panjang agar sektor pariwisata tidak gulung tikar di masa pandemi ini,” kata dia.

Menurut mantan aktifis buruh ini, strategi jangka pendek yang harus dilakukan pemerintah daerah salah satunya dengan memberi dukungan kepada pelaku usaha pariwisata dan para pelaku parekraf (pariwisata dan ekonomi kreatif).

“Tentang dukungan kepada pelaku usaha pariwisata, industri/pelaku parekraf jangka pendek bisa berupa, insentif atau bantuan sosial bagi para pekerja di sektor usaha pariwisata, pembebasan biaya BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerjanya, pengurangan atau subsidi biaya listrik, subsidi biaya air, sewa, dan relaksasi peminjaman bank,” ucapnya.

Untuk strategi jangka panjang, Nyumarno mengatakan pemerintah daerah bisa memberikan penghapusan pajak pembangunan 1 (PB1), yaitu pajak makanan dan minuman yang dipungut dari usaha-usaha wisata seperti tempat makan, restaurant, penginapan ataupun hotel. Selain itu kedepannya pemerintah daerah juga harus mempersiapkan kenyamanan di destinasi wisata yang terdampak covid-19, seperti, kebersihan, keamanan, kesehatan, pelestarian lingkungan, dan menyiapkan regulasi daerah dukungan terhadap pelaku usaha pariwisata.

“Ini tidak saja membutuhkan anggaran, tetapi juga harus adanya pendampingan yang intensif, sehingga pembenahan destinasi yang dilakukan sesuai dengan standard global manajemen destinasi pariwisata yang berkelanjutan. Langkah ini bisa dilakukan saat pandemi ini sudah mulai berakhir. Tapi harus dipikirkan dari sekarang,” tandasnya. (BC)

Pos terkait