BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT – Lahan pertanian seluas sekitar 11 ribu hektar lebih yang ada di wilayah Kabupaten Bekasi dan masuk dalam Pola Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dimungkinkan keluar dari Lahan Sawah Dilindungi (LSD) yang ditetapkan Kementerian Agraria, Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Kendati demikian, butuh verifikasi dan pengecekan langsung lahan yang diusulkan keluar dari LSD.
Sekretaris Daerah Kabupaten Bekasi, Dedy Supriadi mengatakan hal itu dibahas dalam Rapat Koordinasi Tindak Lanjut Verifikasi dan Klarifikasi Lahan Sawah Dilindungi (LSD) pada Kabupaten/Kota di Jawa Barat dengan Dirjen Pengendalian Tata Ruang Kementerian ATR/BPN pada Kamis (14/04) kemarin.
“Ternyata ada perbedaan antara Pola Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan LSD yang dikeluarkan Kementerian ATR/BPN,” kata Dedi.
Pada Keputusan Menteri ATR/BPN Nomor 1589/SKHK/02.01/XII/2021, disebutkan LSD yang dimiliki Kabupaten Bekasi seluas 39.183,29 hektar. Kemudian, berdasarkan Pola Rencana Tata Ruang Wilayah, Kabupaten Bekasi memiliki Kawasan Pertanian Lahan Basah dan Lahan Kering seluas 35.341,52 hektar.
Selanjutnya setelah diverifikasi, ditemukan LSD yang sesuai dengan Kawasan Pertanian Lahan Basah dan Lahan Kering dalam RTRW Kabupaten Bekasi seluas 27.318,34 hektar. Sedangkan, LSD yang tidak sesuai dengan Kawasan Pertanian Lahan Basah dan Lahan Kering dalam RTRW Kabupaten Bekasi seluas 11.864,95 hektar.
“Nanti kita akan verifikasi. Kita akan bekerjasama dengan Tim Terpadu dari Kementerian ATR/BPN untuk nanti mereka meninjau langsung LSD, kita juga akan kawal itu. Jadi tidak hanya dari paparan, tapi bisa melihat kondisi faktual dilapangannya,” kata dia.
Dedy menjelaskan bahwa LSD ini merupakan salah satu komponen utama dan upaya melakukan pengkajian terkait pengendalian dan penertiban tata ruang. Sekaligus untuk menjaga agar lahan sawah turut mampu mendukung program ketahanan pangan nasional.
“Sangat penting dan bermanfaat, karena LSD ini sangat membantu dalam penyusunan revisi tata ruang kita. Terlebih ini juga difasilitasi oleh Kementerian ATR/BPN.” terangnya.
Sebagai informasi, LSD merupakan kebijakan Kementerian ATR/BPN untuk memproteksi sawah beralih fungsi. Proses penetapan LSD dimulai dari proses verifikasi lahan baku sawah dengan citra satelit, data pertanahan dan tata ruang, data irigasi, data cetak sawah, serta data kawasan hutan yang kemudian akan ditindak lanjut sebagai verifikasi dan klarifikasi oleh Pemerintah Daerah.
Selanjutnya, peta yang ditampilkan merupakan hasil dari sinkronisasi oleh Tim Terpadu Kementerian ATN/BPR untuk usulan peta lahan yang dilindungi, yang akan ditetapkan oleh Kementerian ATR/BPN sebagai acuan dalam pengendalian alih fungsi sawah. (dim)