BERITACIKARANG.COM, CIBARUSAH – Insiden ambruknya SMAN 1 Muaragembong yang mengakibatkan jatuhnya korban para pelajar, harus dijadikan evaluasi bagi Pemerintah Kabupaten Bekasi. Apalagi pembangunan atap SMAN 1 Muaragembong yang roboh itu tergolong bangunan baru. Hal ini tentu menjadi preseden buruk dan mencoreng dunia pendidikan Kabupaten Bekasi.
Memang saat ini pengelolaan SMA/SMK sudah diambil oleh Pemerintah Provinsi, namun kebijakan tersebut bukan berarti menjadikan Pemkab Bekasi abai. Pemkab Bekasi tetap memiliki kewenangan untuk membangun komunikasi dengan provinsi dan pusat terkait sekolah yang fasilitasnya tidak mendukung kegiatan belajar mengajar.
“Pemkab Bekasi harus secara aktif melakukan komunikasi soal pengelolaan SMA/SMK ini ke provinsi dan pusat. Bila provinsi ternyata kekurangan dana, bisa saja Pemkab Bekasi memberikan dana hibah ke Provinsi untuk kemudian dikembalikan lagi ke Kabupaten Bekasi. Komunikasi harus diperkuat, Pemkab Bekasi jangan abai,” kata pemerhati kebijakan publik Ahmad Djaelani.
Insiden ambruknya SMAN 1 Muaragembong juga harus dijadikan pintu masuk oleh Pemkab Bekasi untuk melakukan identifikasi ulang secara menyeluruh terkait kondisi sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Bekasi, mulai dari SD, SLTP dan SLTA. Identifikasi ini harus mampu mengklasifikasikan jumlah sekolah yang rusak parah, rusak sedang, rusak ringan.
Dengan klasifikasi itu, pengelolaan bangunan sekolah lebih jelas dan terarah. Sedangkan pencegahan atas kejadian yang mengakibatkan korban jiwa bisa diminimalisasi.
Melihat APBD Kabupaten Bekasi yang mencapai 5,2 Triliun, seharusnya anggaran yang dimiliki cukup dan memadai. Apalagi hingga saat ini, Undang-Undang tetap mengamanatkan agar alokasi anggaran pendidikan dari ABPD sebesar 20%.
“Melihat besarnya anggaran itu, tidak selayaknya ada sekolah rusak, apalagi sampai mengakibatkan ambruk dan menelan korban. Kejadian di SMAN 1 Muaragembong, cukup menjadi kejadian yang terakhir,” katanya.(BC)