BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT – Pembekuan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perlindungan Lahan Pertanian dan Pangan Berkelanjutan (LP2B) dinilai penuh risiko. Ketiadaan regulasi yang mengantur secara spesifik keberadaan lahan pertanian membuat potesi alih fungsi lahan makin terbuka.
Pengamat Tata Ruang Universitas Trisakti, Yayat Supriatna bahkan mengecam pembekuan pembahasan regulasi tentang lahan abadi tersebut. Soalnya, keberadaan aturan tersebut sangat vital untuk menjaga sektor pertanian dari terpaan investasi bisnis industri maupun properti.
BACA: Setahun Mengendap, Raperda Perlindungan LP2B Kabupaten Bekasi Dibekukan
“Kabupaten Bekasi itu lahannnya begitu diminati. Semua ingin berinvestasi di Kabupaten Bekasi karena kondisinya sudah terpadu, baik industri maupun investasi lainnya. Maka jangan sampai tingginya minat ini tidak ada keseimbangan dengan sektor agraris,” kata Yayat Supriatna, Rabu (22/07).
Oleh karenanya, dia menegaskan bahwa regulasi tentang Perlindungan LP2B jangan ditunda terlalu lama. Meski demikian, pemberlakuan regulasi juga harus didukung dengan data yang tervalidasi serta lahan yang dilengkapi dengan keterangan para pemiliknya. Hal itu bisa segera dikoreksi tanpa harus dibekukan.
“Kalau memang ada yang salah, sinkronisasi ya segera perbaiki jika memang ada niatan untuk menuntaskan peraturan daerahnya. Bukan lantas dibekukan. Segera tindaklanjuti apa yang menjadi kekurangannya, bukan justru menunda atau bahkan membekukannya,” ucap dia.
Sementara itu Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Sunandar menegaskan, pembekuan Raperda LP2B bukan kehendak legislatif. Hal itu didasai atas permintaan Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja yang meminta pembahasan regulasi itu dihentikan melalui surat yang diterima dewan.
“Jadi bukan kami yang membekukan raperda tersebut, tapi raperda itu dicabut sendiri oleh bupati melalui surat pencabutan yang kami terima. Dari dasar itu, karena dicabut, sekarang raperda dikembalikan pada eksekutif,” ucap Sunandar.
Sunandar mengatakan, raperda tersebut memang masih memerlukan perbaikan, di antaranya data tentang luas lahan pertanian yang diajukan sebagai lahan abadi yang tidak tervalidasi.
Pemerintah Kabupaten Bekasi, sebagai eksekutif, mengajukan 28.000 hektar sawah untuk dijadikan lahan abadi. Namun, kata Sunandar, pihak eksekutif tidak bisa menunjukkan lokasi pasti puluhan hektar sawah tersebut. Belum lagi, pemkab pun kesulitan membuktikan kepemilikan dari ribuan hektar sawah itu.
Maka dari itu, Panitia Khusus XXVIII DPRD Kabupaten Bekasi yang membahas Raperda LP2B menginstruksikan pihak eksekutif untuk menyinkronkan data yang ada dengan kondisi di lapangan, termasuk mendata pemilik lahan sesuai nama dan alamatnya. “Bukannya malah dilakukan perbaikan, tapi justru malah dicabut jadi ya dikembalikan pada eksekutif lagi,” ucap dia.
Sunandar mengatakan, setelah pencabutan tersebut, tindak lanjut pembahasan Raperda LP2B itu sepenuhnya menjadi kewenangan eksekutif. “Jika memang sudah valid datanya dan segera diajukan lagi ke kami, ya kami langsung bahas. Jadi terserah dari mereka,” tandasnya. (BC)