BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT – Pengusaha Tempat Hiburan Malam (THM) di Kabupaten Bekasi merasa keberatan dengan adanya Peraturan Daerah (Perda) No 3 Tahun 2016 tentang Kepariwisataan. Merekapun mengaku telah melayangkan surat gugatan (Judical Review) ke Mahkamah Agung (MA).
BACA : Soal Penertiban THM, Ulama Pertanyakan Komitmen Pemkab Bekasi
“Terus terang, kami dari asosiasi ini menolak adanya Perda Nomor 3 Tahun 2016 tentang Kepariwisataan Karena masih banyak di Perda itu yang perlu direvisi dan terdapat banyak kejanggalannya,” kata seorang pengurus THM, Mukhlis Hartoyo.
Penolakan penerapan Perda itu, kata dia, telah disampaikan juga ke Pemkab Bekasi beberapa waktu lalu. Pihaknya meminta agar Perda tersebut direvisi, karena tak mengakomodir daripada industri kepariwisataan, khususnya hiburan dan cafe.
Padahal, sambungnya, industri hiburan kepariwisataan itu telah diatur dan diperbolehkan oleh Undang-Undang yang berlaku di Indonesia, seperti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal, Undang-Undang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan lain sebagainya.
“Kami sudah menunjuk biro hukum untuk segera melakukan upaya-upaya hukum yang perlu dilakukan. Dan Alhamdulillah sudah mau dilakukan,” tuturnya.
Sementara itu Ketua Ketua Persatuan Umat Islam (PUI) Kabupaten Bekasi, Ferry Muzaki mengatakan jika para pengusaha THM melayangkan surat gugatan, itu merupakan hak mereka.
“Jika para pengusaha melakukan gugatan, itu memang jalur hukumnya seperti itu. Kita kan tidak bisa mencegah, tetapi kita akan mengawal terus Perda tersebut,” ucapnya.
Pihaknya hanya menghimbau, agar para pengusaha THM mengikuti salah satu point yang tercantum di dalam visi dan misi Kabupaten Bekasi, yakni ‘Mewujudkan Lingkungan Masyarakat yang Agamis dan Tentram Melalui Pengembangan Nilai-Nilai Budaya Lokal.’
“Kalau mereka orang Bekasi asli, ataupun bukan orang Bekasi asli tetapi sudah lama cari makan di Bekasi, ya kan mereka tau visi dan misi Kabupaten Bekasi seperti apa,” kata dia.
Selama Perda No 3 Tahun 2016 tentang Kepariwistaaan itu masih ada dan belum revisi ataupun dicabut, sambungnya, maka usaha-usaha yang dilarang sesuai dengan Bab III Pasal 47 ayat 1 seperti diskotik, bar, klab malam, pub, karaoke, panti pijat dan live musik tergolong ilegal dan harus ditertibkan. “Ya kalau mau melegalkan, silahkan, cabut dulu Perdanya,” kata Ferry. (BC)