BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT – Proses penindakan dari Balai Pengawas Ketenagakerjaan dinilai lamban setelah diambil alih dari daerah ke provinsi. Buruh berharap, segala bentuk praktek pelanggaran yang terjadi di perusahaan bisa segera dilakukan penindakan tegas.
Hal itu menjadi salah satu isu strategis yang dibahas dalam rapat kerja Komisi IV DPRD Kabupaten Bekasi, bersama Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi dan Konsulat Cabang FSPMI Bekasi, Senin (28/08).
Perwakilan Konsulat Cabang FSPMI Bekasi, Amier Mahfouz menjelaskan kasus pelanggaran ketenagakerjaan yang terjadi di Kabupaten Bekasi cukup banyak, salah satunya adalah yang terjadi di PT. Padama Bahtera Labelindo belum lama ini.
BACA : Abaikan UU Ketenagakerjaan, Buruh Demo PT. Padama Bahtera Labelindo di Kawasan Industri Gobel
“Tetapi hingga saat ini (semenjak diambil alih oleh provinsi) kondisinya mereka bisa dibilang ‘galau’, belum efektif untuk menyelesaikan permasalahan karena masih baru sehingga tentu saja ini sangat merugikan kami, karena kami hari ini kehilangan kaki yang namanya pengawasan untuk menangani kasus-kasus ketenagakerjaan,” kata Amier.
Kedepan, kata dia, pihaknya akan mencoba untuk berkonsolidasi termasuk dengan DPRD Provinsi Jawa Barat yang menjadi mitra kerja Dinas Tenaga Kerja di Provinsi Jabar.
“Sehingga kedepannya aturan dan hukum ketenagakerjaan dapat ditegakan demi menyelamatkan rekan-rekan pekerja, orang-orang yang mungkin tidak paham hukum dan akhirnya menjadi korban dari pada orang-orang yang menggunakan hukum untuk mencari keuntungan-keuntungan pribadi,” tuturnya.
Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Bekasi, Nurdin Muhidin mengaku telah melakukan dialog informal dengan Balai Pengawas Ketenagakerjaan Wilayah II Provinsi Jawa Barat yang beralamat di Jl. Tarumanegara Kavling VIII CBD Grand Taruma Blok F 01 Karawang.
“Karena mereka berada di bawah Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat sebagai mitra kerja Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Barat, maka kita hanya melakukan dialog informal,” ucapnya.
Hasilnya, kata dia, Balai Pengawas Ketenagakerjaan mempersilahkan jika ada kasus-kasus besar di Kabupaten Bekasi sebaiknya Komisi IV DPRD Kabupaten Bekasi menyurati atau mengundang Balai Pengawas Ketenagakerjaan. Sementara untuk kasus-kasus ringan bisa melalui mediator di Dinas Tenaga Kerja.
“Saya pun meminta agar Dinas Tenaga Kerja melalui mediator-mediatornya kooperatif dengan Komisi IV manakala ada kasus-kasus berat yang membutuhkan bantuan dari kami di Komisi IV sehingga bisa kita support secara bersama-sama. Jangan stagnan, karena kalau kondisinya masih seperti ini, saya khawatir persoalan ketenagakerjaan di Kabupaten Bekasi semakin parah nantinya,” ucapnya.
Nurdin pun berharap agar Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat memperhatikan anggaran operasional para petugas di Balai Pengawas Ketenagakerjaan. “Itu sangat penting agar mereka bisa bekerja optimal dan menghindari, mohon maaf, penyalahgunaan tugas dan fungsi pengawas nantinya,” kata dia.
Dengan jumlah pengawas yang ada, sambungnya, jumlahnya pun dirasa belum ideal dengan jumlah perusahaan yang berada di area Balai Pengawas Ketenagakerjaan Wilayah II Provinsi Jawa Barat yang mencakup Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang.
“Jumlahnya untuk Zona II ada 72 pengawas sehingga rasio jumlah pengawasa dengan perusahaan yang harus diawasi belum ideal, sehingga ini menjadi tugas dari kementrian bersama Komisi V DPRD provinsi Jawa Barat untuk merapihkan itu,” kata dia.
Sementara Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi, Effendi berharap agar para petugas di Balai Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Barat kedepannya dapat lebih bersinergi dengan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi dalam hal pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan yang bermasalah di wilayah Kabupaten Bekasi. (BC)