BERITACIKARANG.COM, TAMBUN SELATAN – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bekasi akhirnya memverifikasi ulang sejumlah bidang tanah yang akan digunakan untuk pembangunan depo light rapid trans (LRT). Verifikasi ulang dijadwalkan berlangsung selama sepekan yakni dari Senin 06 Februari hingga Rabu 13 Februari 2019 mendatang.
Terdapat 76 bidang tanah yang diverifikasi ulang di Kelurahan Jatimulya Kecamatan Tambun Selatan. Verifikasi meliputi pengukuran ulang tanah dan bangunan, serta menilai segala hal yang berada di atas tanah, semisal tanaman dan tempat usaha. Kemudian dilakukan juga pengecekan sertifikat dan surat kepemilikan terhadap 29 bidang lainnya.
Puluhan bidang tanah itu diverifikasi ulang lantaran adanya upaya penolakan pembebasan lahan dari sejumlah warga. Direktorat Jenderal Perkerataapian Kementerian Perhubungan menyebut, persoalan ini membuat proses pembangunan fisik tertunda hingga satu tahun.
“Memang ada informasi adanya hasutan pada warga agar tidak melepaskan tanahnya. Namun melalui verifikasi ulang ini, kami terus lakukan langkah persuasif. Kami imbau warga supaya menyerahkan bukti kepemilikan dan bangunan untuk mempercepat proses pembebasan,” kata Kepala Seksi Pengadaan Tanah BPN Kabupaten Bekasi, Agus Susanto, disela-sela kegiatan verifikasi, Rabu (06/02).
Penolakan ini terlihat saat para petugas BPN Kabupaten Bekasi bersama Ditjen Perkeretaapian memverifikasi kepemilikan tanah di RW 07 Kelurahan Jatimulya Kecamatan Tambun Selatan. Bahkan, ada penolakan yang dilakukan oleh warga dalam bentuk pemasangan spanduk. Meski demikian verifikasi tetap dilakukan untuk mempercepat proses pembebasan lahan.
Menurut Agus, penolakan tersebut menjadi hak pemilik. Namun, sesuai aturan, verifikasi tetap dilakukan dengan menyertakan berita acara. “Jadi warga yang tidak mengizinkan (menolak-red) akan dibuatkan berita acara. Kemudian nanti dilakukan penghitungan untuk disampaikan kepada mereka. Maka nanti mereka yang memutuskan, apakah telah sesuai atau seperti apa,” ucap dia.
Total tanah yang dibutuhkan dibangun depo LRT di Kabupaten Bekasi berjumlah 191 bidang atau 10,5 hektar. Mayoritas di antaranya telah dibebaskan, sehingga tinggal menyisakan 76 bidang tanah yang diverifikasi ulang serta 29 bidang yang dicek bukti kepemilikannya.
Salah seorang warga membenarkan jika keluarganya sempat mendapatkan ajakan agar menolak pembebasan karena harga ganti rugi oleh pemerintah dinilai terlalu rendah. “Jadi memang awalnya informasinya tanah per meter Rp 300 ribu kemudian naik jadi Rp 1,2 juta kemudian naik lagi jadi Rp 3 juta. Nah katanya ada yang ngajak jangan diambil, katanya biar bisa naik lagi jadi Rp 7 juta. Ah, kata saya itu mah terlalu,” kata Vicky (30).
Vikcy dan keluarganya tidak menghiraukan informasi mengenai adanya ajakan tersebut. Sebab, dari penilaian yang telah dilakukan oleh pemerintah justru menguntungkan. “Saya dan keluarga punya pendirian sendiri, jadi lebih baik dilepas karena jatuhnya juga sebetulnya untung,” kata dia.
Ia mengaku keluarganya memiliki bangunan di atas tanah seluas 120 meter persegi. Bangunan tersebut terdiri dari rumah dan warung. Dari hasil perhitungan, hasil pembebasan tersebut bisa dibelikan tanah dan rumah baru di lokasi yang berbeda.
“Kalau saudara saya dapat Rp 900 juta. Dia bisa dapat lagi tanah sama rumah dan kontrakan di Cikarang Barat dengan harga cuma Rp 300 juta. Ya malah untung, karena dia juga bisa berangkatin orang tuanya umrah sama punya mobil. Cuma ini, saya itu minta segera dibayar tapi malah terhambat akibat adanya penolakan ini,” ucap dia.
Sementara itu, Pejabat Pembuat Komitmen irektorat Jenderal Perkereta apiaan Kemenhub, Fadliyansah mengatakan pihaknya kini tengah melakukan percepatan pembebasan lahan. Ditargetkan April nanti seluruh tanah telah dibebaskan.
“Karena untuk daerah lainnya mayoritas sudah selesai tinggal di Kabupaten Bekasi. Maka dari itu bersama BPN kami lakukan percepatan. Karena jujur saja kalau dari kontruksi sudah terlewat satu tahun. Namun kami optimis dapat berjalan sesuai rencana,” ucap dia. (BC)