BERITACIKARANG.COM, CIBARUSAH – Lahan pertanian di Kabupaten Bekasi mulai tergerus oleh industri dan perumahan. Daerah yang sedianya ditetapkan sebagai jalur hijau, sedikit demi sedikit mulai diborong para pengembang.
Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bekasi Abdullah Karim mengatakan, pengurangan jumlah lahan pertanian di Kabupaten Bekasi terbilang cepat. Jika sebelumnya lahan pertanian yang terdata seluas 52.000 hektar kini hanya mencapai 51.000 hektar.
“Setahun itu seratus hektar lebih (lahan pertanian berkurang), dari 52.000 hektar, di tahun ini sudah 51.000 hektar. Turunnya cepat sekali karena semua lahan pertanian sudah menjadi pemilik pengembang,” kata dia saat ditemui di acara peringatan Hari Krida Pertanian di lapangan Perumahan Villa Mutiara Jaya Kecamatan Cibarusah, Rabu (14/09).
Dijelaskan olehnya, penetapan daerah jalur hijau yang diperuntukkan bagi persawahan maupun jalur kuning bagi pemukiman, sebenarnya sudah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Namun, meski telah ditetapkan, banyak pengembang nekat membeli tanah di jalur hijau.
Adapun beberapa wilayah yang termasuk jalur hijau diantaranya adalah Pebayuran, Cibarusah dan Sukatani. Sedangkan wilayah jalur kuning di antaranya Kecamatan Tambun Selatan, Cikarang Timur, Cibitung dan Cikarang Barat. “(Sekarang) pengembang sudah menjelajah ke sejumlah kecamatan untuk dijadikan industri dan pemukiman,” kata dia.
Menurutnya, berkurangnya luas lahan merupakan satu di antara beberapa permasalahan pertanian di Kabupaten Bekasi. Meski dikenal sebagai daerah industri, Pemerintah Kabupaten Bekasi masih mencantumkan pertanian sebagai sektor prioritas. Untuk itu, kata Abdullah, pihaknya tengah mengajukan revisi peraturan rancangan detail tata ruang.
“Makanya sekarang sedang direvisi peraturan daerah tentang RDTR supaya tidak semuanya gampang memberikan sesuai kewenangannya, seperti perizinan, lingkungan hidup. Makanya sekarang harus bersatu bagaimana menjaga lahan pertanian abadi. Sekarang petani semuanya penggarap bukan pemilik. Kalau tidak segera dibuat revisi, lahan pertanian sudah habis, jadi perumahan semua,” kata dia.
Selain berkurangnya luas lahan, hambatan lain yakni sulitnya petani memperoleh harga gabah yang tinggi. Abdullah mengatakan, Bulog sempat menolak membeli gabah petani. Bulog lebih memilih membeli beras dengan alasan ketiadaan gudang penyimpanan. Namun, lanjut dia, hal tersebut sudah teratasi.
“Gabah sekarang sudah naik, Bulog sudah berani membeli Rp 4.650 per kilogram gabah kering giling. Awalnya Bulog tidak ingin beli gabah, pengennya beras. Begitu pemerintah tekankan harus beli gabah, Bulog sempat beralasan tidak ada gudang. Maka kami bilang di Bekasi ada gudang, kami siapkan. Ada gudang yang mampu menyimpan 5.000 ton masuk. Makanya bulog saya bilang jangan mau kalah dengan tengkulak. Tengkulak berani beli tinggi, kontan,” kata dia. (BC/TA)