DPRD Kabupaten Bekasi Masih Proses Pengunduran Diri Bupati Neneng

Sekretaris DPRD Kabupaten Bekasi, Herman Hanafi saat menunjukan surat tentang tindaklanjut pengunduran diri Bupati Neneng yang dilayangkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada tanggal 20 Februari 2019 lalu.
Sekretaris DPRD Kabupaten Bekasi, Herman Hanafi saat menunjukan surat tentang tindaklanjut pengunduran diri Bupati Neneng yang dilayangkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada tanggal 20 Februari 2019 lalu.

BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bekasi masih memproses pengunduran diri Bupati Bekasi non aktif, Neneng Hasanah Yasin.

BACA: Terseret Kasus Meikarta, Neneng Ajukan Surat Pengunduran Diri

Bacaan Lainnya

“Masih beroproses sehingga pengunduran dirinya belum bisa diparipurnakan,” kata Sekretaris DPRD Kabupaten Bekasi, Herman Hanafi, Kamis (28/02).

Paripurna itu, kata dia, merupakan tindak lanjut dari surat pengunduran diri yang disampaikan Neneng ke DPRD Kabupaten Bekasi pada tanggal Kamis 14 Februari 2019 lalu.

Berdasarkan Undang-undang 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, pengunduran diri bupati/walikota karena permintaan sendiri diumumkan oleh pimpinan DPRD dalam rapat paripurna dan diusulkan pada menteri melalui gubernur untuk mendapatkan penetapan pemberhentian.

“Jadi bukan DPRD yang menetapkan pemberhentian, melainkan menteri. Tapi jika DPRD tidak mengusulkan pemberhentian, menteri dapat langsung memberhentikan atas usul gubernur,” ungkapnya.

Diungkapkan Herman, sebenarnya Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah melayangkan surat tentang tindak lanjut pengunduran diri Bupati. Surat yang dilayangkan pada tanggal 20 Februari 2019 lalu dengan nomor 131/658/Pemksm itu mengharuskan rapat paripurna dihadiri 3/4 dari jumlah anggota dewan seperti halnya yang dilakukan saat pemberhentian mantan Bupati Indramayu Anna Sopanah.

“Makanya kami masih bingung, apakah memang harus dihadirikan minimal tiga per empat anggota dewan serta harus diamini oleh dua per tiga dewan, atau sekedar diumumkan saja lewat paripurna. Jika dilihat dari Undang-undang Pemerintah Daerah, tidak disebutkan berapa anggota dewan yang hadir dalam paripurna karena pengunduran diri ini sifatnya keinginan sendiri, bukan diberhentikan. Tapi hasil konsultasi dengan Pemprov harus minimal 3/4 anggota dewan yang hadir seperti halnya di Indramayu,” ucap dia.

Herman menambahkan, jika mengharuskan 3/4 anggota dewan hadir pada paripurna bukanlah mudah. Soalnya sejumlah anggota dewan tengah aktif kampanye dan bertemu konstituen menjelang pemilihan legislatif. “Rencananya Senin kami ke Indramayu untuk menanyakan hal ini untuk kemudian berkonsultasi lebih lanjut ke kementrian supaya jangan sampai ada kesalahan administrasi dalam proses ini,” tutupnya. (BC)

Pos terkait