BERITACIKARANG.COM. CIKARANG TIMUR – Dinas Perikanan dan Kelautan (DPK) Kabupaten Bekasi mendorong agar pembudidaya ikan lokal di wilayahnya agar bisa mandiri baik dalam hal pakan, induk maupun benih dan mengatasi penyakit. Dengan kemandirian itu, diharapkan nantinya terwujud pembudidaya ikan lokal di Kabupaten Bekasi yang berdaya saing tinggi dan berkelanjutan.
Kepala DPK Kabupaten Bekasi, Agus Trihono mengatakan populasi penduduk di wilayahnya yang terus menigkat setiap tahunnya, menjadi tantangan tersendiri bagi para pembudidaya ikan agar mampu menguasai pasar lokal. Sebab semakin tinggi populasi penduduk di suatu wilayah, maka semakin tinggi pula kebutuhan ikan sebagai salah satu sumber makanan untuk dikonsumsi.
“Kalau selama ini pembudidaya ikan baik dari Karawang, Subang dan Indramayu itu banyak yang lari ke kita. Jadi kita itu memiliki pangsa pasar yang baik dan ini peluang bagi para pembudidaya ikan yang ada di kita,” kata Agus Trihono saat menghadiri Sarasehan Perikanan Budidaya 2019 yang digelar di Gedung Teater Graha Pariwisata Kabupaten Bekasi, Selasa (22/10). Dalam kegiatan itu, para pembudidaya ikan juga diajak untuk menandatangani komitmen bersama peningkatan produksi hasil ikan sebesar 10 persen setiap tahunnya.
Oleh karenanya, DPK Kabupaten Bekasi mendorong agar pembudidaya ikan agar bisa mandiri baik dalam hal menciptakan pakan, menghasilkan induk maupun benih yang berkualitas dan terhindar dari penyakit. “Tiga permasalahan ini yang memang kerap dikeluhkan para pembudidaya ikan yang ada di kita,” tuturnya.
Meski demikian, pihaknya terus berupaya agar pembudidaya ikan di wilayahnya mampu mengatasi persoalan itu dengan menggelar berbagai pelatihan. Khusus untuk pakan ikan, DPK Kabupaten Bekasi mendorong agar pembudidaya ikan mampu menciptakan pakan alami untuk menekan cost atau mengurangi biaya pakan.
“Pakan ikan itu ada yang pabrikan dan ada yang alami kita coba yang alami dengan beberapa metode untuk menekan cost atau mengurangi biaya pakan ikan. Diantaranya dengan mengembangkan cacing sutra hingga magot,” kata dia.
Kemudian untuk induk maupun benih, DPK Kabupaten Bekasi telah memfasilitasi kolam kemitraan di Balai Benih Ikan (BBI). “Benih-benih itu nanti kita taruh di BBI, kemudian ketika sudah menatas kita berikan kepada pembudidaya untuk dibesarkan dan dijual sehingga nanti nggak ada lagi cerita pembudidaya ikan di kita minta benih ke daerah lain, jadi kita akan cukupi kebutuhan diri kita senidiri,” tuturnya.
Sedangkan untuk penyakit, DPK masih terus berupaya untuk mengatasi persoalan itu dengan menggelar berbagai pelatihan. “Tentunya kita akan terus berupaya untuk memberikan yang terbaik. Kedepan kita ingin pelatihan penanganan penyakit ikan tak hanya ada sekedar teori, tetapi ada praktek dilapangan agar semua paham seperti apa penyakit ikan dan bagaimana cara mencegah serta mengatasinya agar tidak mewabah ke tempat lain,” kata Agus.
Sementara itu salah seorang pembudidaya ikan patin asal Serang Baru, J Sihombing mengakui salah satu kendala yang dialaminya adalah penyakit ‘aeromonas. Hal itu sering ditemui ketika bibit ikan yang dibelinya dari daerah Subang dalam tahap pembesaran atau berukuran 5-6 inci.
“Kita belum tau kenapa bisa timbul penyakit seperti ini dan cara menangananinya seperti apa. Cuma katanya itu terkena bakteri aeromonas,” kata pria berusia 49 tahun yang menggeluti budidaya ikan patin sejak kurang lebih 6 tahun lalu itu seraya mengatakan ada kurang lebih 50 petak kolam ikan patin yang dikelolanya.
Ia mengatakan perwakilan dari Dinas serta Kementrian Perikanan dan Kelautan juga sudah turun langsung ke lokasi untuk mengambil sampel air dan bibit ikan yang terkena penyakit itu. “Sudah diambil sampelnya untuk bisa mengetahui seperti apa nanti saya harus menanganinya,” kata dia. (BC)