BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT – Sedikitnya 600 orang buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Bekasi Bersatu berunjuk rasa didepan kantor Bupati Bekasi, Rabu (16/11) pagi.
Pantauan BERITACIKARANG.COM, di atas mobil komando para buruh bergantian melakukan orasi dengan menggunakan pengeras suara. Mereka menyuarakan agar Pihak Pemerintah dan pihak Apindo yang tergabung di dalam rapat Dewan Pengupahan mengabaikan PP No 78 Tahun 2015 untuk menentukan kenaikan Upah Minimun Kabupaten (UMK) dan Upah Minimun Sektoral Kabupaten (UMSK) tahun 2017 mendatang.
Selain itu, para buruh juga menagih janji Bupati yang akan menghitung upah berdasarkan UU No 13 Tahun 2003. Menurut para buruh janji Bupati tersebut telah disepakati melalui perjanjian tertulis yang ditandatangani buruh dengan Disnaker beberapa waktu lalu.
Ketua DPW FSPMI Jawa Barat Baris Silitonga mengatakan PP No 78 tahun 2015 telah menghilangkan kesempatan buruh untuk berunding. Padahal, berdasarkan ketentuan buruh internasional, upah ditentukan melalui perundingan antara pengusaha dan buruh.
“Kami sepakat apa yang dikatakan pemerintah sebagai social dialogue, ILO juga katakan social dialogue. Unsur dari social dialogue itu kalau di Kabupaten Bekasi itu Dewan Pengupahan. Tapi dengan adanya PP 78 berarti menghilangkan social dialogue. Hanya cuma keluarkan angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Survei pasarnya enggak, terus keluh kesah kawan-kawan enggak didengar. Terus social dialogue-nya dimana?” kata dia.
Dia menolak jika PP No 78 tahun 2015 disamakan dengan UU No 23 tahun 2003. Bahkan, dia pun menolak jika daerah tidak memiliki kewenangan menentukan formulasi penetapan upah. “Secara hierarki hukum, PP dengan UU itu lebih tinggi UU. Jadi apa permasalahannya jika kita lebih menggunakan undang-undang. Yang lebih aneh lagi menurut saya, sampai seorang menteri dalam negeri mengeluarkan surat edaran kepada seluruh gubernur di Indonesia untuk memutuskan kenaikan upah harus melalui PP 78. Nah ini kan tidak masuk akal, bukan ranah hukumnya dia,” kata dia.
Baris mengatakan, harusnya pemerintah memerhatikan aspirasi yang disampaikan buruh. Karena, kata dia, buruh pun memiliki kekuatan yang sama dengan pemerintah serta pengusaha yang memiliki modal. Baris memastikan, buruh akan terus mengawal penetapan UMK itu sampai ke provinsi.
“Sekarang kawan-kawan marah. Kami ingin didengar dan aspirasi kami pun ingin diharapkan. Upah ini ditetapkan paling akhir tanggal 20, kami terus kawal sampai akhir. Kami ingin pastikan janji Pemkab harus ditepati,” kata dia.
Dikatakan Baris, berdasarkan hasil penghitungan internal FSPMI, angka kenaikan upah minimum yakni Rp 650.000. Nilai tersebut didapat dari hasil survei pasar yang dilakukan. “Nilai ini didapat dari hasil terjun di lapangan. Dan kami pastikan ini ril,” kata dia.
Usai melakukan orasinya, 10 orang perwakilan buruh diterima Wakil Bupati Bekasi, Rohim Mintareja dan didampingi Kabid Hubungan Industrial dan Persyaratan Kerja Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi, Nurhidayah.
Dalam pertemuan tersebut, pemerintah sepakat bahwa aspirasi kaum buruh akan disampaikan secara serius kepada team Dewan Pengupahan yang akan melaksanakan rapat terakhirnya pada keesokan hari, tepatnya Kamis, 17 Nopember 2016. (BC)