BERITACIKARANG.COM, SERANG BARU – Krisis air bersih sebagai dampak musim kemarau masih terjadi di Kabupaten Bekasi. Warga yang terdampak mayoritas berada di wilayah selatan Kabupaten Bekasi, seperti di Kecamatan Serangbaru.
Di kecamatan itu, krisis air bersih turut dirasakan oleh para santri penghafal Qur’an di Pesantren Daarul Iklhas. Pondok pesantren yang memiliki 186 santri dan 50 orang tenaga pendidik beserta keluarganya itu setiap tahun terdampak krisis air bersih setelah sumur yang biasa digunakan menjadi sumber air mengering.
Ketua Yayasan Darul Ikhlas, Zaenal Abidin mengatakan, krisis air bersih kerap berlangsung setiap tahun saat memasuki musim kemarau. Dampak dari krisis air bersih itu, pihak pesantren harus mengeluarkan dana hingga Rp 80 juta per bulan untuk membeli air bersih guna menutupi kebutuhan sehari-hari, baik untuk memasak, mandi hingga berwudhu.
“Pernah pas air lagi sedikit, terpaksa yang ke mau ke air antre. Tapi tidak sampai harus tayamum, karena langsung beli. Dari hasil hitungan, untuk beli air sampai Rp 60-80 juta. Karena kan kebutuhan air itu per hari sampai 23.000 liter per hari. Sekali beli itu dua sampai tiga mobil tanki yang isinya 8.000 liter. Per mobil itu harganya Rp 350 ribu,” tuturnya, Selasa (16/07) kemarin.
Diungkapkan Zaenal, pihak pondok pesantren pernah melakukan pengeboran sumur hingga kedalaman 150 meter. Namun usahanya sia-sia karena kandungan air di dalam tanah tidak sesuai harapan. “Pernah dicoba 150 meter tapi airnya asin. Jadi tidak terpakai,” ujarnya.
Zaenal pun mencoba mengajukan pemasangan pipa pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Bhagasasi. Namun, karena di wilayah tersebut belum terpasang jaringan air, maka pemasangan pun memerlukan biaya besar.
“Akhirnya kami lapor ke DPRD Kabupaten Bekasi, minta dibantu sama Bapak Dewan Cecep Noor. Akhirnya dibantu dan sekarang sudah bisa dipasang,” ucap dia.
Anggota DPRD Kabupaten Bekasi, Cecep Noor mengaku setiap tahun dirinya tidak sedikit menerima keluhan dari warga yang kekurangan air. Untuk itu, Sekretaris Komisi III DPRD Kabupaten Bekasi ini mendesak Pemerintah Kabupaten Bekasi mengambil langkah nyata agar persoalan ini tidak berlarut-larut.
“Segera lakukan tindakan nyata, kemudian kemarin yang dianggarkan sampai Rp 80 miliar buat apa diajukan kalau tidak digunakan. Ini pun pesantren kami turut bantu karena bentuk nyata dari kekeringan. Menimpa anak-anak kita yang lagi sekolah tentu bukan hal yang baik. Jadi jangan terjadi pembiaran,” ucap dia.
Sementara itu Kepala Kantor PDAM Tirta Bhagasasi Cabang Cikarang Selatan, Ece Sumantri mengakui, kandungan air tanah di sekitar pondok pesantren tidak maksimal. Selain sulit didapat, kualitasnya pun tidak dianjurkan untuk dikonsumsi. “Jadi memang dari hasil pemantauan kami, kondisi alamnya memang demikian,” ujarnya.
Oleh karenanya, Ece berharap kedepannya Kantor PDAM Tirta Bhagasasi Cabang Cikarang Selatan dapat mencakup pelayanan di seluruh wilayah yang belum terjangkau, khususnya yang kerap terdampak krisis air bersih.
“Kalau untuk mencakup seluruh area memang masih belum. Padahal memang penting bagi masyarakat yang krisis air bersih. Namun perlu pemasangan infrastruktur baru, serta didirikan stasiun air di titik-titik baru. Tapi itu dikembalikan pada perushaan dan pemerintah selaku pemilik saham,” kata Ece. (BC)