Meikarta Dibangun di Lahan Tandus, Warga Cibatu Terancam Kehabisan Air Bersih

BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT – Meski saat ini baru mengantongi Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) seluas 84,6 hektar, secara bertahap Meikarta akan berdiri di areal dengan luas tak kurang dari 500 hektar dan diperkirakan akan akan dihuni jutaan warga.

Ketua LSM Gerakan Masyarakat Peduli Alam dan Lingkungan (GEMPAL), Ribah Setiawan Risban mengatakan berbagai persoalan sudah menanti ibarat ‘Bom Waktu’. Salah satunya adalan persoalan ketersediaan air baku mengingat kawasan Meikarta merupakan daerah yang ketersediaan airnya sangat minim.

Bacaan Lainnya

“Itu (kawasan Meikarta-red) lahan tandus, ketersediaannya airnya sangat minim sehingga yang kita khawatirkan hal ini akan berdampak juga terhadap ketersediaan air bagi masyarakat di sekitar area Meikarta, khususnya warga Desa Cibatu,” kata Ketua LSM Gempal, Ribah, Jum’at (15/09).

Dijelaskan olehnya, banyak masyarakat di Desa Cibatu yang keberatan dengan mega proyek tersebut, pasalnya, tidak ada sosialisasi terkait hal itu kepada warga. “Padahal itu harus disosialisasikan dulu. Didalam UU itu diatur bahwa warga terdampak itu harus dilibatkan untuk sidang Amdalnya dan lain sebagainya. Tetapi ini kan belum jelas,” ucapnya.

Persoalan lainnya, kata Ribah, adalah mengenai persoalan sampah dan limbah dari keberadaan mega proyek tersebut. Jika diasumsikan Meikarta akan dihuni 1,2 juta jiwa maka diprediksi setiap hari sampah yang akan diproduksi ratusan ton. “Pertanyaan, volume sampah sebesar itu mau dibuang kemana?” ucapnya.

Masalah sampah memang dapat menjadi persoalan serius yang bakal dihadapi. Sebab selama ini tempat pembuangan akhir (TPA) Burangkeng di Kabupaten Bekasi tidak memiliki kapasitas yang cukup besar. Dengan luas area 11 hektare, TPA itu pada tahun 2015 saja sudah dalam kondisi overload dan kelebihan daya tampung, sehingga bisa dibayangkan seperti apa keadaannya bila nanti jumlah warga Kabupaten Bekasi bertambah akibat migrasi penduduk baik itu dari Jakarta, luar Jakarta atau warga negara asing (WNA) ke Meikarta.

“Untuk menampung sampah dari perumahan yang sudah ada saja TPA kita sudah kewalahan, apalagi nanti jika ada Meikarta,” kata dia.

Untuk itu, ia berharap pemerintah harus mampu memastikan Lippo selaku pengembang Meikarta punya tempat pengelolaan sampah sendiri yang ramah lingkungan. Sehingga tidak ada lagi praktek dimana banyak kawasan kota baru yang menjadikan sungai sebagai tempat sampah.

“Kami tidak menolak pembangunan Meikarta tetapi harus ramah dong pembangunannya baik terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Artinya ya jangan melawan regulasi, harus mengikuti baik itu PP 27 tentang Izin Lingkungan, UU 32 Tentang Penglolahan Lingkungan Hidupnya ya harus diikuti, jangan abai,” kata dia.(BC)

Pos terkait