BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT – Kepala Desa Taman Rahayu, Abdul Wahid dan keempat rekannya divonis bersalah dan dijatuhi pidana penjara selama 6 bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Cikarang.
Warga Desa Taman Rahayu, Nurjaya yang ikut menghadiri persidangan dengan agenda Pembacaan Putusan terhadap perkara pemalsuan yang menyeret Abdul Wahid berharap kasus ini menjadi pelajaran dan terakhir kalinya terjadi, khususnya di Desa Taman Rahayu.
“Semoga Abdul Wahid dan rekan-rekan dapat menjadikan ini iktibar dan bermuhasabah. Ini jadi cambuk untuk kita semua jangan sampai terjadi di kemudian hari, di Desa Taman Rahayu cukup sekali,” kata Nurjaya, (01/07).
Selanjutnya, dia berharap agar Badan Pemberdayaan Desa (BPD) Taman Rahayu maupun perangkat desa hingga instansi vertical lainnya segera mengambil upaya agar pelayanan di Desa Taman Rahayu tetap berjalan optimal pasca vonis yang diberikan majelis hakim kepada Abdul Wahid.
“BPD jangan cuma nonton, harus segera mengajukan Plt dan Pjs untuk meng-cover pelayanan d Desa Tamanrahayu. Pihak Keamatan juga harus dapat memfasilitasi apabila kemudian hari warga kami ingin kepala desa yang baru,” tuturnya.
Nurjaya menambahkan sidang yang dipimpin Hakim Ketua Candra Rhamdani ini sekaligus membuka tabir mengenai persoalan sebidang tanah di Desa Taman Rahayu.
“Rumor yang beredar di desa Taman Rahayu yang selalu disalahkan pihak Gunawan atau Kiwil. Tapi setelah mengikuti persidangan yang salah adalah Abdul Wahid. Kita menyaksikan yang salah itu salah, yang benar itu benar,” ucap dia.
Kuasa Hukum Abdul Wahid, Ahmad Taufik Nasution menilai bahwa vonis yang diberikan majelis hakim kepada terdakwa cukup adil. “Menurut pendapatkami cukup adil, baik dari sisi pelapor atau korban maupun dari sisi terdakwa,” kata dia.
Untuk diketahui, kasus ini berawal dari gugatan yang disampaikan Gunawan alias Kiwil yang merupakan salah seorang ahli waris lahan di Kp. Serang RT 03/03 Desa Taman Rahayu, Kecamatan Setupada tahun 2018 lalu.
“Jadi di tahun 2018 itu lahan kakek buyut kami dengan luas kurang lebih 1100 meter dipindahnamakan atas nama Utar bin Elon kemudian diwakafkan ke desa dengan menggunakan surat akte ikrar wakaf yang dikeluarkan oleh KUA Kecamatan Setu,” kata Gunawan, Jum’at (23/04).
Padahal, sambungnya, berdasarkan Buku C Tahun 1960 Noor: 956 Persil Nomor 56 kepemilikan lahan tersebut terdaftar atas nama Ontel bin Teran. Disisi lain, ahli waris tidak pernah menjual atau memindahnamakan kepemilikan lahan tersebut ke pihak manapun.
“Dari situ kami lapor ke kepolisian dengan perkara dugaan pemalsuan dan sekarang kasusnya sudah naik ke Pengadilan Negeri Cikarang,” tuturnya.
Dari hasil penyelidikan pihak kepolisian, diketahui bahwa Utar bin Elon dipaksa oleh AW melalui Ketua RT dan Kepala Dusun setempat untuk mengakui bahwa lahan tersebut adalah miliknya untuk kemudian diwakafkan.
“Sebetulnya yang terlibat ada lima orang. Tetapi satu (Utar bin Elon-red) sudah meninggal dunia,” kata dia. (BC)