BERITACIKARANG.COM, SETU – Badan Pendapatan Daerah (Bappenda) Kabupaten Bekasi telah mengambil langkah untuk menangguhkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang dibebankan kepada warga Perumahan La Palma Grande, Desa Cijengkol, Kecamatan Setu. Keputusan ini merupakan tindak lanjut atas rekomendasi yang disampaikan oleh Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi beberapa waktu lalu.
Hendra Sugiarta, Kepala Bidang Pengendalian Pajak Daerah Bapenda Kabupaten Bekasi, menyatakan bahwa penangguhan ini dilakukan sesuai arahan dari pimpinan Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi dan anggota dewan lainnya. “Kami akan menindaklanjuti dengan menangguhkan SPPT dimaksud sampai selesainya masalah ini,” ujar Hendra, Jum’at (20/06).
Penangguhan PBB-P2 ini akan dicabut jika PT Mitra Gama Inti Perkasa, selaku pengembang perumahan La Palma Grande, menyelesaikan berbagai persoalan yang diadukan oleh warga kepada DPRD Kabupaten Bekasi. “Ketika masalah ini belum selesai, kami tidak akan membuka penangguhan tersebut. Mungkin ini bisa mengurangi beban dari pada warga,” tambahnya.
BACA: Pengembang Tak Hadir, DPRD Minta Pemkab Bekasi Segel Perumahan La Palma Grande
Diketahui, puluhan warga dari dua cluster di perumahan tersebut, yakni Cayman dan Regia, telah mengadukan pihak pengembang ke DPRD Kabupaten Bekasi. Mereka merasa khawatir atas sejumlah kejanggalan dalam proses kepemilikan rumah, termasuk munculnya SPPT PBB-P2 yang masih atas nama pengembang dengan letak objek pajak yang keliru.
Selain itu, terdapat pula ketidaksesuaian objek pajak pada SPPT tersebut. Objek pajak yang tertera hanya mencakup Bumi tanpa Bangunan dengan luas yang keliru, yakni 60 M2. Padahal, luas tanah yang dibeli warga adalah 72 M2 dengan bangunan seluas 30 M2.
Sebelumnya, Christian M Simanjuntak, perwakilan warga, mengungkapkan bahwa pihak pengembang diduga belum melakukan perikatan jual beli atau pemisahan sertifikat untuk konsumen. Hingga saat ini, pengembang hanya memberikan PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) melalui notaris yang ditunjuk, tanpa menyerahkan salinan akta jual beli atau Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), meskipun beberapa warga telah melakukan pembayaran secara tunai.
“Kami resah sejak lama, terutama setelah muncul kasus viral di Perumahan Setia Mekar, di mana rumah warga dibongkar meskipun sudah bersertifikat SHM. Kami tidak ingin hal serupa terjadi pada kami,” ujar Christian pada Jumat (16/05).
Selain itu, Christian juga menyoroti banyaknya rumah yang belum dibangun meski konsumen telah membayar angsuran selama dua tahun. Warga pun berharap agar pengembang bersedia memberikan buy back atau pengembalian uang bagi konsumen yang rumahnya tak kunjung dibangun. “Harapan kami hanya satu: legalitas rumah kami harus jelas. Kami sudah bayar, kami punya hak,” tegasnya. (DIM)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS