BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT – Selain harus berebut dengan pencari kerja (Pencaker) dari luar daerah, warga Kabupaten Bekasi yang ingin bekerja juga harus dihadapkan dengan kenyataan pahit. Para Pencari Kerja harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk masuk ke perusahaan. Mereka harus menyediakan sejumlah uang sebagai pelicin agar dapat diterima kerja.
Persoalan pungutan terhadap pencari kerja ini disuarakan ratusan buruh dari berbagai aliansi saat berunjuk rasa di depan gerbang Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Bekasi, Rabu (02/10) pagi.
“Ini bukan kata siapa-siapa, ini saya sendiri yang mengalami. Anak saya ditawari masuk ke perusahaan di sekitar EJIP (East Jakarta Industrial Park). Diminta Rp 4 juta, sampai sekarang anak saya tetap nganggur,” kata salah seorang pengunjuk rasa, Slamet Widodo (37) saat ditemui usai beraudiensi dengan pimpinan DPRD Kabupaten Bekasi dan perwakilan Dinas Tenaga Kerja.
Praktik itu, kata Slamet, dilakukan oleh sebuah lembaga penyalur kerja. Sekitar tahun lalu, mereka menawari anaknya bekerja di sebuah perusahaan dengan biaya Rp 4 juta. Di perusahaan tersebut, anakny dijanjikan gaji sebesar Rp 3 juta per bulan. Namun, setelah uang pelicin diberikan, yayasan tak kunjung menempatkan anak Slamet untuk bekerja.
“Bahkan anak saya beberapa kali dioper ke perusaha-perusahaan lain sampai lima kali, tapi enggak kerja juga. Sampai sekarang itu yayasan nomornya enggak aktif. Nah ini saya tuntut ke pemerintah biar cepet diberantas,” kata Slamet yang juga merupakan perwakilan dari Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI) Kabupaten Bekasi.
Ditegaskan Slamet, praktik ini tidak hanya menimpa dia namun banyak pencari kerja lain yang turut tertipu. “Teman saya juga kena Rp 4 juta katanya buat syarat masuk perusahaan. Tapi enggak juga masuk. Tapi teman saya itu teguh, yayasannya terus dikejar akhirnya Rp 2 juta dikembalikan,” ucap dia.
Hal senada diungkapkan, Ujit Sujatna (34), pengunjuk rasa lainnya. “Yang disayangkan, ketika sudah dimintai dana dan diterima masuk kerja, status mereka hanyalah karyawan magang,” ungkapnya.
Padahal, sambungnya, pemagangan disinyalir hanyalah upaya yang dilakukan pengusaha untuk menerapkan upah murah. “Kalao magang itu tidak diupah, hanya dikasih uang saku. Uang saku kebijakan pengusaha dan uang saku itu biasanya dibawah 100 ribu dan sehingga pengasilan pekerja juga dibawah UMK,” tuturnya.
Selain mempersoalkan pungutan dan program magang yang dilakukan diluar prosedur, ratusan buruh yang tergabung dalam Persatuan Rakyat Bekasi itu juga menyuarakan tentang penolakan terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak pro terhadap rakyat, seperti Revisi UU KPK, RUU KUHP, RUU Ketenagakerjaan dan sebagainya.
Sekretaris Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi, Endang mengakui adanya sejumlah keluhan terkait pungutan liar tersebut. Namun, keluhan itu tidak diteruskan dalam bentuk laporan resmi sehingga pihaknya sulit menindaklanjuti.
“Memang ada informasi itu ketika ada demo atau penyampaian aspirasi seperti ini, tapi laporan resmi tidak pernah ada. Tapi memang itu dilakukan oleh oknum LPK (lembaga penyalur kerja) tapi itu di luar jangkauan kami karena itu ada di luar kedinasan kami,” ucap dia.
Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Bekasi Aria Dwi Nugraha mengatakan, praktik ini telah lama dia dengar. Sebelum menjadi wakil rakyat, dia kerap mendapat keluhan dari warga yang hendak mencari kerja. Namun, sayangnya tidak pernah benar-benar diberantas.
Menurut dia, seharusnya Dinas Tenaga Kerja menjadi praktik ini sebagai prioritas untuk diberantas. “Jadi kalau tidak ada laporan resmi, tetap ditelusuri karena ini realita. Harusnya dinas tegas menyelesaikan ini,” ujarnya. (BC)