BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT – Pilkada serentak 2024, akan segera digelar pada tanggal 27 November 2024 mendatang. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bekasi meminta masyarakat untuk berani menolak politik uang serta memilih pemimpin yang jujur hingga berintegritas.
Hal ini disampaikan Ketua MUI Kabupaten Bekasi, Profesor Mahmud menanggapi adanya hasil survei mengenai masih adanya sekitar 45,38 persen pemilih di wilayahnya yang bakal mengubah pilihannya di Pilkada serentak 2024 karena diiming-imingi imbalan dalam bentuk uang, barang dan jasa.
BACA: Pilkada Kabupaten Bekasi Dibayangi Politik Uang
“Di beberapa pertemuan saya selalu mengatakan sebenarnya kalau sepakat, masyarakat itu kita bisa mendeklarasikan anti money politik (politik uang) kalau mau. Sebab kalau merujuk pada ajaran islam, money politik itu tidak diperbolehkan dan itu sudah ada fatwa MUI-nya,” kata Profesor Mahmud, Senin (04/011).
Dia menegaskan, kewajiban menolak politik uang dalam Islam terdapat dalam salah satu hadist, yang menyebutkan bahwa Allah melaknat penyuap dan penerima suap, termasuk perantara di antara keduanya. Laknat adalah kutukan dari Allah SWT, yang berarti pelakunya akan mendapatkan siksa dan murka dari Allah SWT.
“Dan sebetulnya bukan cuma di akhirat, tetapi di dunia pun sudah ada persekot (uang mukanya) kalau kita punya pemimpin hasil money politik. Artinya, seseorang yang menggelontorkan modal di awal yang besar, pasti cenderung ingin modal kembali. Dengan gaji yang sedikit maka solusinya adalah dengan korupsi. Makanya kita nggak memperbolehkan,” kata dia.
Dia mengaku MUI Kabupaten Bekasi terus berupaya mengedukasi masyarakat terkait persoalan ini baik dalam dakwah-dakwah, ceramah maupun tulisan. Namun demikian, dirinya pun mengakui masih ada pihak-pihak yang masih belum memahami peran vital tokoh agama dalam mencegah politik uang, termasuk perannya untuk menjadi qudwah hasanah (tauladan yang baik) mengenai persoalan ini.
“Karena memang terkadang kita belum bisa menjadi qudwah hasanah, role model sebagai tokoh agama yang dilihat umat. Memang ini butuh waktu dan saya ingin mengajak betul sama temen-temen itu untuk yuk kita ikhtiar untuk menjadi qudwah hasanah, role model yang baik,” kata dia.
Fatwa MUI Soal Politik Uang
Majelis Ulama Indonesia telah menetapkan fatwa tentang Hukum Permintaan dan atau Pemberian Imbalan atas proses pencalonan pejabat publik. Fatwa tersebut ditetapkan dalam Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia pada tahun 2018 lalu.
BACA: Hasil Survei Penilaian Integritas KPK: Kabupaten Bekasi Rentan Korupsi
Berikut isi ketetapan fatwa MUI terkait politik uang:
- Suatu permintaan dan/atau pemberian imbalan dalam bentuk apapun terhadap proses pencalonan seseorang sebagai pejabat publik, padahal diketahui hal itu memang menjadi tugas, tanggung jawab, kekuasaan dan kewenanganya hukumnya haram, karena masuk kategori risywah (suap) atau pembuka jalan risywah.
- Meminta imbalan kepada seseorang yang akan diusung dan/atau dipilih sebagai calon anggota legislatif, anggota lembaga negara, kepala pemerintahan, kepala daerah, dan jabatan publik lain, padahal itu diketahui memang menjadi tugas dan tanggung jawab serta kewenangannya, maka hukumnya haram.
- Memberi imbalan kepada seseorang yang akan mengusung sebagai calon anggota legislatif, anggota lembaga negara, kepala pemerintahan, kepala daerah, dan jabatan public lain, padahal itu diketahui memang menjadi tugas dan tanggung jawab serta kewenangannya, maka hukumnya haram.
Imbalan yang diberikan dalam proses pencalonan dan/atau pemilihan suatu jabatan tertentu tersebut dirampas dan digunakan untuk kepentingan kemaslahatan umum. (DIM)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS