BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT – Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Daris menemui sejumlah pemuda dan mahasiswa yang menggerudug gedung DPRD Kabupaten Bekasi, Kamis (01/02). Ia pun mengapresiasi aksi tersebut dan harus menjadi bahan evaluasi bagi legislatif maupun eksekutif.
Terkait dengan salah satu tuntutan yang mereka bawa, yakni mengenai kegiatan pengadaan pakaian Bupati dan Wakil Bupati yang mencapai Rp. 1 miliar pertahunnya, ia mengakui bahwa anggaran tersebut memang terlalu besar dan lepas dari pantauan anggota dewan.
Salah satu penyebabnya, bisa jadi disebabkan karena para anggota dewan fokus menyoroti persoalan lainnya yang bersifat krusial seperti persoalan Pendidikan ataupun Kesehatan di masyarakat.
“Setelah kita perdalam, memang kita harus akui anggaran itu lepas dari pantauan kita sehingga bocor dan kedepan Badan Anggaran (Banggar-red) harus memperbaikinya. Satu miliar per tahun itu memang terlalu besar,” kata Daris.
Kalaupun anggaran kegiatan pengadaan tersebut diminta untuk dihapus, hal itu dinilai tidak mungkin. “Tidak mungkin (kalau dhapus-red) karena memang di dalam Permen ada yang mengatur tentang anggaran tersebut. Cuma mungkin total jumlah atau nilainya akan kita revisi, akan kita evaluasi,” ungkapnya.
Sebelumnya, sejumlah pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam Amanat Keresahan Masyarakat Bekasi (AKSI) menggerudug gedung DPRD Kabupaten Bekasi. Mereka mendesak agar Bupati dan Wakil Bupati beserta 50 orang anggota DPRD Kabupaten Bekasi menyetuji tiga tuntutan yang mereka bawa yang selanjutnya disebut dengan Tritura atau Tiga Tuntutan Rakyat.
Adapun tuntutan pertama adalah meminta Pemkab Bekasi membuka seluas-luasnya Informasi Publik agar masyarakat bisa ikut andil dalam melakukan pengawasan pembangunan dan kesejahteraan wilayahnya melalui website resmi Pemkab Bekasi sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
“Peran serta masyarakat tampak sengaja dikebiri oleh pemerintahnya sendiri dengan tidak dibuka seluas-luasya informasi publik. Website resmi Pemkab Bekasi tidak menyajikan apa yang menjadi hak publik seperti draft APBD. Padahal jika saja dimuat maka masyarakat bisa ikut andil mengawasi pembangunan di wilayahnya,” kata Jaelani, Ketua BEM STT Pelita Bangsa.
Tuntutan kedua, adalah agar pemerintah mengabari dan mengikutsertakan elemen masyarakat dalam pembahasan RAPBD menjadi APBD sebagai nadi kehidupan sebuah daerah.
“Karena pemerintah daerah dan anggota DPRD Kabupaten Bekasi yang mendapat amanah masyarakat untuk merencanakan, menganggarkan, mengesahkan dan melaksanakan APBD seolah-olah tidak maksimal dan merakyat. Sehingga masih nyata persoalan-persoalan mendasar di masyarakat seperti kemiskinan, buta huruf, gizi buruk, macet, banjir, kriminalistas dan lain sebagainya,” ucapnya.
Persoalan-persoalan itu, sambungnya, muncul dan tidak teratasi seolah karena Bupati dan Wakil Bupati beserta 50 anggota dewan tidak hadir dengan maksimal untuk masyarakat. “Padahal fasilitas yang diterimanya selalu maksimal seperti gaji, tunjangan perumahan, tunjangan rapat, pakaian yang digunakan dan lain sebagainya. Itu semua bersumber daru keringat masyarakat yang berharap agar mereka bisa mengelola daerah dengan sebaik-baiknya,” tegasnya.
Sementara untuk tuntutan ketiga, adalah terkait dengan persoalan yang sedang viral saat ini, yakni dengan adanya mata anggaran pengadaan pakaian untuk kepala daerah yang nominalnya menembus angka Rp. 1 miliar/ tahun untuk pembelian 14 jenis pakaian yang berjumlah 124 buah. Padahal, kata dia, mayoritas masyarakat kita hanya mampu membeli pakaian 1-2 stel pertahun itupun dibeli pada saat hari lebaran. “Pemborosan uang rakyat seperti ini adalah salah satu bentuk penindasan yang nyata dan jelas menyakiti hati rakyat!” tegasnya.
Untuk itu, dirinya meminta kegiatan pengadaan pakaian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang mencapai Rp. 1 miliar pertahunnya dihapus dan mendesak agar anggaran tersebut tidak diserap di tahun 2018 ini. (BC)