15 Kasus di Tahun 2018, Perempuan Kabupaten Bekasi Rentan Jadi Korban KDRT

Ilustrasi KDRT
Ilustrasi KDRT

BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT – Perempuan di Kabupaten Bekasi rentan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Demikian disampaikan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bekasi, Ida Farida.

“Berdasarkan laporan yang diterima, untuk kasus KDRT di tahun 2017 terdapat 46 kasus sementara di tahun 2018 menurun menjadi 15 kasus,” kata Ida Farida, Kamis (13/06).

Bacaan Lainnya

Ida mengatakan jumlah kasus KDRT yang belum dilaporkan diperkirakan masih banyak. Sebab, hingga saat ini diyakini masih ada perempuan yang belum berani untuk melaporkan apabila mengalami KDRT.

“Mungkin karena masih mengaggap tabu. Jadi data yang masuk hanya berdasarkan laporan yang diterima saja,” ungkapnya.

Oleh karenanya, DP3A Kabupaten Bekasi akan terus mensosialisasikan ke seluruh lapisan masyarakat. “Langkah awal, kita akan terus lakukan sosialisasi baik di tingkat pemerintah daerah, hingga ke tingkat pemerintah desa,” katanya.

Selain itu, pihaknya juga akan terus berupaya untuk memfasilitasi perempuan di Kabupaten Bekasi yang menjadi korban KDRT dengan membuat call center yang langsung terhubung DP3A Kabupaten Bekasi sebagai tempat konseling.

“Sebenarnya kita ingin cari tau terlebih dahulu, apa saja yang membuat KDRT ini terjadi,apakah pemicunya masalah ekonomi, sikap dari suami dan istri atau memang karena sikap suaminya yang tempra mental. Jadi sebenernya banyak faktor yang menyebabkan terjadinya KDRT,” ucapnya.

Kemudian, sambung Ida, DP3A Kabupaten Bekasi juga akan intens berkomunikasi dengan seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lain di lingkungan Pemkab Bekasi agar memiliki program untuk meningkatkan kapasitas dan kreadibilitas para perempuan.

“Termasuk kita juga akan tekankan program UKM di tingkat desa. Saya tidak menjadikan perempuan itu melawan, tetapi saya juga ingin bahwa perempuan harus bisa menjadi mandiri dengan tidak meninggalkan kodratnya sebagai seorang istri ataupun menjadi seorang ibu,” tuturnya.

Hal itu dinilai perlu dilakukan mengingat persoalan ekonomi kerap menjadi pemicu timbulnya pertikaian yang terjadi dalam berumahtangga. (BC)

Pos terkait