BERITACIKARANG.COM, SERANG BARU – Perumahan The Arthera Hill Ekstension di Desa Jayasampurna, Kecamatan Serang Baru kembali menjadi sorotan setelah diterjang banjir sebanyak enam kali dalam kurun waktu satu tahun sejak dibangun. Ratusan warga yang semula bertahan akhirnya menyerah dan memilih meninggalkan rumah mereka, menyisakan hanya sebagian kecil yang bertahan karena alasan biaya.
Adam, salah seorang warga mengungkapkan bahwa pasca banjir keenam yang terjadi pada 8 Juli 2025 lalu, mayoritas warga memutuskan untuk pindah sementara, termasuk dirinya. Hingga kini warga masih menunggu tindakan nyata dari pihak pengembang, PT Prisma Inti Propertindo, untuk merealisasikan tuntutan yang telah disampaikan. Warga meminta relokasi unit, pembelian kembali rumah oleh pengembang (buy back), atau penanganan permanen berupa pemasangan sheet pile beton di bantaran Kali Cikarang.
“Yang bertahan mungkin di bawah 10 persen karena persoalan biaya, sisanya pindah untuk sementara. Artinya warga masih menunggu sampai ada keputusan jelas dan pertanggungjawaban dari pihak developer,” ujarnya saat ditemui di perumahan The Arthera Hill Ekstension, Jumat (18/07).
BACA: Banjir Terus Menerus, Warga Perumahan The Arthera Hill Minta Relokasi Hingga Buyback
Adam juga mengakui bahwa saat ini pihak pengembang telah mengirimkan sejumlah pekerja dengan dilengkapi dua unit eskavator untuk menangani sejumlah titik tanggul yang jebol pada 8 Juli lalu. Namun, langkah-langkah yang diambil tampaknya tidak akan memberikan hasil yang maksimal. Berkaca dari pengalaman banjir sebelumnya, ia pesimis bahwa upaya mitigasi yang dilakukan saat ini mampu menyelesaikan masalah banjir di perumahan tersebut.
“Kita sudah kasih masukan, salah satunya soal pembuatan tanggul dengan dinding panel. Saya sampaikan itu tidak akan kuat apalagi pondasinya juga tidak kokoh, terbukti jebol kemarin,” ujarnya.
Kondisi ini pun memaksa Adam untuk memboyong istri dan anaknya pindah sementara dari rumahnya di Blok CB yang baru ditempatinya pada Januari 2025. Ia mengaku akibat upaya mitigasi yang tidak maksimal oleh pihak pengembang, kerugian tidak hanya berupa materi, tetapi juga dampak psikologis pada anaknya. “Kalau materi masih mungkin ada jalan lagi, tapi kalau masalah mental anak itu berat, itu gak ada harganya,” katanya.
Rudi, warga lain mengungkapkan bahwa sejak ia mulai menempati rumahnya di Blok FC pada Juli 2024, banjir telah terjadi sebanyak enam kali. Banjir terparah terjadi pada Maret 2025 dengan ketinggian mencapai 200 sentimeter. “Bedanya cuma sejengkal lah dibanding banjir keenam pada tanggal 8 Juli kemarin,” ungkapnya.
Dirinya berharap pihak pengembang dapat segera memenuhi tuntutan warga. Ia bersama sejumlah warga lainnya bahkan bersedia membantu memasarkan unit baru jika salah satu dari tiga tuntutan warga terealisasi. “Kalau saja ada dari tiga tuntutan warga yang terealisasi (relokasi unit, buy back, atau pemasangan sheet pile), saya yakin warga mau kok membantu memasarkan unit-unit baru yang dibangun pengembang,” katanya.
Ketua Paguyuban Perumahan The Arthera Hill Ekstension, Gervirio Ezra Lolowang, menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada tanggapan dari pihak pengembang maupun pihak terkait lainnya atas tuntutan warga. “Sampai sekarang belum ada tanggapan dari pihak developer maupun pihak lainnya mengenai jawaban akan hal ini,” ujarnya. (DIM)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS