BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT – Sidang lanjutan sengketa Pemilihan Wakil Bupati (Pilwabup) Bekasi kembali bergulir di PTUN Jakarta, Rabu (06/04). Dalam sidang kali ini, tergugat Kemendagri menghadirkan ahli untuk menjelaskan proses terpilihnya Wakil Bupati Bekasi Akhmad Marjuki.
Ahli dari Universitas Islam Jakarta (UIJ) Teuku Saiful Bahri Johan memberikan keterangan terkait hukum tata negara dan HAM tentang intervensi gugatan tersebut. Menurut dia, dalam pemilihan Pilwabup tersebut sudah sah dan menjadi produk hukum.
”Ada beberapa pelanggaran,” kata Saiful.
Dosen Program Studi Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum UIJ ini menilai mekanisme dan prosedural pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah memang sudah diatur dalam perundang-undangan dan turunanya sebagaimana tata tertib (tatib) dalam acuan menggelar Pilwabup tersebut.
Namun mekanismenya Pilwabup itu bisa berjalan dan dilaksanakan Panlih DPRD, harus terlebih dahulu disampaikan partai politik yang diajukan oleh kepala daerah (Bupati).
”Harus diusulkan 2 calon ke DPRD, harusnya mekanismenya seperti itu, wajib diklarifikasi oleh DPRD,” ungkapnya.
Kemudian, kata Saiful, DPRD harus mengikuti tahap-tahap selanjutnya untuk memverivikasi syarat dan lainya untuk menggelar pemilihan itu.
”Saya melihat prosedural dilewatkan, ini bukan norma hukum tapi norma etika. Tapi produknya tetap sah, meskipun tidak melewati mekanisme yang benar,” jelasnya.
Saiful menegaskan, mengenai syarat administrasi harus langsung diberikan calon tersebut. Jika tidak memenuhi syarat harus ditolak. Jika tidak ada penolakan dan administrasi dilanggar harus dilaporkan ke Badan Kehormatan (BK) DPRD.
”Nah selama ini tidak ada penolakan,” paparnya.
Meski demikian, walaupun ada penyimpangan dalam Pilwabup Bekasi maka dia menilai produk yang sudah dikeluarkan oleh DPRD tetap sah.
”Kalau dari awal proses dan persyaratan tidak bisa penuhi, calon tidak diproses. Apalagi itu visi dan misi. Harus dipenuhi, kalau sudah jadi produk harus ke diselesaikan di Pengadilan,” tegasnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Tuti Yasin, Bonar Sibuea menyebut keterangan yang diutarakan dari saksi ahli tergugat sebagian besar mendukung keputusan yang diambil tergugat. Namun, dalam beberapa hal saksi ahli juga mengakui adanya cacat prosedural.
“Contohnya tidak hadirnya penggugat ketika deklarasi visi dan misi, dan itu diakui saksi ahli bahwa itu menjadi tidak sah produknya, kemudian tidak ada dokumen yang dilampirkan. Nah, hal-hal seperti itu membuktikan gugatan bahwa memang terjadi pelanggaran,” ungkapnya.
Kemudian, dalam persidangan tersebut, Bonar pun mengutarakan pertanyaan kepada saksi ahli soal Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 176 dengan Peraturan DPRD Kabupaten Bekasi Nomor 02 Tahun 2019 soal tidak adanya persyaratan dokumen dan penyampaian visi misi.
“Tadi ditanyakan apabila salah satu calon tidak menyerahkan persyaratan dan tidak menyampaikan visi misi ketika paripurna apakah sah atau tidak, lalu dijawab tidak sah oleh saksi ahli tergugat. Sehingga dalam hal ini kami meyakini proses Pilwabup yang digelar Panlih DPRD Kabupaten Bekasi tidak sesuai prosedural,” tandasnya. (ist)