BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT – DPRD Kabupaten Bekasi memberikan tenggat waktu 14 hari kerja kepada pengembang Perumahan La Palma Grande di Desa Cijengkol, Kecamatan Setu, untuk menyelesaikan tuntutan warga. Tuntutan tersebut mencakup pengurusan legalitas rumah hingga pengembalian uang (buy back) bagi konsumen yang rumahnya belum juga dibangun.
Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi, Ridwan Arifin, mengungkapkan bahwa sejumlah fakta terungkap dari hasil rapat gabungan yang melibatkan Komisi I dan Komisi III DPRD Kabupaten Bekasi, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Dinas Pertahanan Perumahan dan Pemukiman, Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu, ATR BPN Kabupaten Bekasi, perwakilan warga, pihak perbankan, serta pengembang.
“Pengembang belum membuat perikatan jual-beli atau pemisahan sertifikat untuk konsumen, meskipun sudah ada akad kredit antara konsumen dan bank. Selain itu, pengembang hanya membuat PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) melalui notaris tanpa memberikan salinan akta jual beli atau sertifikat hak guna bangunan, bahkan pada pembelian secara tunai,” ujar Ridwan Arifin, Jum’at (16/05).
Ridwan juga menyoroti bahwa pembangunan unit rumah belum dilakukan meskipun pembayaran angsuran kredit telah berlangsung selama dua tahun. Selain itu, pengembang diduga tidak memenuhi kewajiban pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) kepada Pemerintah Kabupaten Bekasi. Pengembang hanya memberikan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT-PBB) kepada sebagian konsumen.
Tidak hanya itu, pengembang juga diduga membangun perumahan tanpa memenuhi prosedur perizinan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Warga cluster Cayman bahkan tidak mengetahui lokasi pembangunan fasilitas umum seperti sarana pendidikan, kesehatan, peribadatan, hingga olahraga.
“Kami berikan waktu 14 hari kepada pengembang untuk menjelaskan status akad kredit, AJB, PPJB, sertifikat, dan kewajiban lainnya kepada konsumen. Selain itu, status izin dan kewajiban pengembang kepada pemerintah daerah harus segera diselesaikan. Bank juga harus memberikan kelonggaran kepada konsumen hingga ada kejelasan status kepemilikan dari pihak pengembang. Jika rumah tidak kunjung dibangun, harus ada buy back atau pengembalian uang kepada konsumen,” tegas Ridwan.
Ridwan menambahkan bahwa jika tuntutan warga tidak direalisasikan dalam tenggat waktu yang diberikan, DPRD Kabupaten Bekasi akan membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk mengusut masalah ini secara lebih mendalam.
Sementara itu, anggota Komisi III DPRD Kabupaten Bekasi, Saeful Islam, menyoroti ketidaktertiban yang dilakukan oleh pengembang. Ia menyebut banyak developer mulai membangun sebelum mengantongi izin resmi, terutama Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). “Seharusnya sebelum membangun, semua izin seperti PKKPR, rencana teknis, hingga PBG harus diselesaikan dulu. Tapi ini justru dibalik, bangun dulu, urus izin belakangan,” ungkap Saeful.
Saeful menjelaskan bahwa tanpa PBG, proses akad kredit tidak bisa dilakukan. Ia mencontohkan saat ini ada sekitar 90 unit rumah yang sedang diproses PBG-nya, namun jumlah konsumen yang sudah membayar mencapai lebih dari 400 orang. “Artinya ada ketidaksesuaian. Konsumen sudah bayar, tapi izin dan bangunan belum ada. Ini sangat merugikan masyarakat yang terpaksa membayar cicilan sambil tetap mengontrak,” ujarnya.
Untuk itu pihaknya mendorong agar developer segera menyelesaikan seluruh kewajiban perizinan. “Kami mendorong agar pengembang segera menyelesaikan seluruh kewajiban perizinan. Jika tidak ada langkah konkret dari pihak pengembang, kami akan mengambil tindakan lebih lanjut. Konsumen tidak boleh terus dirugikan,” ujar Saeful.
Dalam pertemuan tersebut, pihak pengembang dari PT Mitragama Perkasa turut hadir. Namun, mereka enggan memberikan keterangan terkait tuntutan warga yang disampaikan melalui DPRD Kabupaten Bekasi. (DIM)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS