BERITACIKARANG.COM, SERANG BARU – Kondisi Sekolah Dasar Negeri Sirnajaya 02 Kecamatan Serangbaru jauh dari kata layak. Untuk menampung siswa dari enam kelas, sekolah hanya memiliki tiga ruangan. Alhasil, satu ruangan dibagi dua dengan menggunakan gordin sebagai pemisah.
Ironisnya, kondisi tersebut sudah berlangsung hingga delapan tahun. Berbagai pengajuan permohonan pembangunan telah diajukan, namun tidak pernah ada jawaban.
“Sejak 2009, pas tiga ruang kelas diambil oleh ahli waris, ruangan terpaksa dipisah sampai sekarang. Pengajuan agar dirombak terus diajukan tapi tetap saja seperti ini,” kata Sri Murniasih salah seorang guru yang telah mengajar di SDN Sirnajaya 02 sejak tahun 2001, Rabu (10/01).
Dijelaskan olehnya, SDN Sinarjaya 02 berdiri di atas lahan yang luasnya sekitar 400 meter persegi. Bangunan sekolah berbentuk huruf L dengan empat ruangan, ditambah toilet sempit yang berdampingan dengan gudang.
Dari empat ruangan tersebut, satu ruangan digunakan para guru yang digabung dengan ruang kepala sekolah, sekaligus tata usaha. Sedangkan, tiga ruangan sisanya dipakai belajar siswa dari enam kelas. Satu ruangan digunakan oleh dua kelas secara bersamaan.
Dikatakan Sri, SDN Sinarjaya 02 dipugar pada 2001. Ketika itu, ruang kelas terbilang mencukupi. Satu kelas mengisi satu ruangan. Namun, pada 2009 tiga ruangan terpaksa tidak lagi bisa digunakan karena digugat ahli waris.
“Jadi awalnya tiga ruangan itu, yang berada sedikit ke belakang, dulunya tanah wakaf buat sekolah. Kemudian ada yang gugat dari ahli waris tanah. Sejak itu ruangan yang tersisa cuma yang ada sekarang,” kata guru yang mengajar kelas VI ini.
Guru yang juga alumnus SDN Sinarjaya 02, Ekawati mengaku kondisi sekolah sebenarnya tidak memungkinkan. Namun, demi memenuhi kebutuhan pendidikan siswa, kegiatan belajar mengajar tetap dilakukan. Berbagai trik dilakukan agar pelajaran bisa terserap oleh siswa meski belajarnya bersamaan dengan kakak atau adik kelasnya.
“Cara kami guru bergantian. Jadi yang satu menerangkan, guru yang satu lagi menulis dulu di bor. Tapi memang kadang sulit juga. Misalnya saya mengkondisikan anak-anak biar tidak ribut, kelas sebelah yang ribut. Saya, guru-guru yang lain sama anak-anak jelas ingin ada perbaikan. Minimal, satu ruangan satu kelas, begitu saja dulu,” kata guru kelas IV ini.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bekasi, Jamaludin tidak banyak memberikan keterangan terkait kondisi sekolah yang memprihatinkan. Di Kabupaten Bekasi, pembangunan sekolah bukan kewenangan Dinas Pendidikan melainkan Dinas PUPR.
“Tidak ada laporannya, jadi kami juga tidak menyantumkan di APBD 2018. Pembangunan juga tidak bisa dilakukan tahun ini. Misalkan diajukan di APBD Perubahan 2018, pengerjaannya tidak akan terkejar. Namun laporan dari masyarakat ini akan kami ajukan di 2019 agar segera dibangun,” kata dia melalui sambungan telepon. (BC)