BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT – Pembahasan dan penetapan rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBD 2019 Kabupaten Bekasi, yang sedianya harus sudah disepakati oleh DPRD dan Plt Bupati Bekasi kemudian di tetapkan dalam Paripurna DPRD molor dari waktu yang telah dijadwalkan.
Jadwal Badan Musyawarah DPRD yang seharusnya penetapan KUA PPAS pada hari Jum’at tanggal 09 November 2018 lalu belum dapat dilaksanakan. Salah satu alasan belum ditetapkannya KUA PPAS tersebut disebabkan belum hadirnya Dinas Pendidikan dalam pembahasan KUA PPAS.
Anggota Badan Anggaran DPRD dari Fraksi PDI Perjuangan, Nyumarno saat dikonfirmasi melalui telfon seluler membenarkan hal tersebut.
“Benar, memang kemarin belum jadi paripurna, ada beberapa Dinas yang belum hadir sama sekali saat pembahasan KUA PPAS, sehingga belum bisa ditetapkan dan akhirnya molor dari jadwalnya,” kata Nyumarno, Senin (12/10) pagi.
Dijelaskan olehnya, pembahasan KUA PPAS 2019 ini menjadi penting dan semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sudah sewajarnya hadir. Karena pembahasan KUA PPAS adalah dasar dalam penyusunan RAPBD 2019 nanti.
“Jika ada Dinas yang belum hadir, akan menjadi aneh. Bagaimana mereka tahu kegiatan mereka di 2019 nanti dan berapa kebijakan dan plafon anggaran sementara mereka? Meskipun secara Undang-Undang bahwa misalnya Dinas Pendidikan harus dianggarkan sekurang-kurangnya 20% dari APBD, namun harus terpapar dalam KUA PPAS mana-mana kegiatan yang bakal menjadi prioritasnya. Jangan malah tidak hadir dan sesuka hatinya, seolah berlindung dibawah Undang-Undang, namun setiap tahunnya anggaran tidak jelas out put nya,” geram Nyumarno.
Seketaris Fraksi PDI Perjuangan ini juga meradang dan mengaku heran dengan kelakuan para PNS Pemkab Bekasi. “Mereka ini kemarin abis dapat TPP, bahkan kalau tidak salah memakan anggaran APBD diatas Rp 800 Milyar lebih. Harusnya mereka malu saat menerima TPP dengan jumlah fantastis, tapi rapat pembahasan ogah-ogahan,” sindirnya.
Yang lebih parah lagi, sambung Nyumarno, para PNS tidak pernah mau memikirkan nasib seluruh Tenaga Non PNS di lingkungan Pemkab Bekasi. “Hal ini terlihat, bahwa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang mempekerjakan Tenaga Non PNS baik Honorer, Tenaga Kontrak, THL, Sukarelawan, ataupun sebutan Tenaga Non PNS lainnya, tidak memperdulikan tentang Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bagi seluruh Tenaga Non PNS tersebut,” imbuhnya.
Seharusnya, kata dia, Badan Penelitian Pembangunan (Balitbang), Bappeda, dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) mempunyai kajian dan perencanaan yang jelas. Kenaikan Jastek untuk Honorer, kenaikan upah untuk THL, harus dikaji secara komprehensif dan menyeluruh.
“Harus ada kajian kenaikan setiap tahunnya, karena bagaimanapun kebutuhan hidup itu juga naik setiap tahunnya,” ucap Nyumarno.
Meskipun kemarin saat pembahasan KUA PPAS dengan sebagian OPD sudah ada kenaikan satuan harga minimum tentang Gaji THL di beberapa OPD, namun menurutnya baru ada beberapa OPD yang telah menganggarkan biaya Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bagi para Tenaga Non PNS di masing-masing OPD. “Yang OPD gemuk (banyak Tenaga Non PNS,-Red), malah belum sama sekali terlihat kenaikan upah ataupun belum menganggrakan kesejahteraan berupa Jaminan Sosial bagi Tenaga Non PNS,” paparnya.
Hari ini, kata dia, ada jadwal lanjutan Rapat Pembahasan KUA PPAS dengan beberapa OPD, salah satunya adalah Dinas Pendidikan. Fraksi PDI Perjuangan di Badan Anggaran diakuinya nanti akan mendesak dan memperjuangkan agar Dinas Pendidikan menganggarkan anggaran Jaminan Sosial bagi Tenaga Non PNS di Dinas Pendidikan. Mengingat jumlahnya sangat banyak, ribuan Non PNS di Dinas Pendidikan. Seyogyanya jika belum dapat memberikan kenaikan upah atau Jastek atau sebutan lainnya, minimal tahun 2019 yang akan datang sudah mendaftarkan Tenaga Non PNS di lingkungan Dinas Pendidikan ke dalam program BPJS Ketenagakerjaan.
“Dasar hukumnya sudah jelas, kita sebagai Anggota DPRD sudah turut mengawal dari dulu, sudah kita desak agar lahir Peraturan Bupati, dan tahun 2017 kemarin sudah ada Peraturan Bupati No.103 tahun 2017 tentang kepesertaan program jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan di Kabupaten Bekasi. Kemudian Oktober 2018 yang lalu, juga sudah kita dorong Pemkab mengeluarkan Surat Edaran No.560/SE-42/Disnaker/2018 kepada setiap OPD dan bahkan sampai Kepala Desa, agar Kepala OPD mendaftarkan kepesertaan seluruh Tenaga Non PNS kedalam BPJS Ketenagakerjaan, dan seluruh Camat juga Kepala Desa agar juga mendaftarkan Kepala Desa, Perangkat Desa dan Anggota BPD dalam kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan,” rincinya.
Pembahasan lanjutan KUA PPAS 2019 hari ini, Fraksi PDI Perjuangan meminta agar seluruh tenaga Non PNS di Pemkab Bekasi dan seluruh Kepala Desa, Perangkat Desa dan seuruh Anggota BPD agar di daftarkan menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Jika belum mampu anggaran untuk 4 Jaminan, maka dapat dilakukan bertahap dulu, bisa dengan mengikutsertakan mereka menjadi Peserta Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.
“Anggaran pun juga tidak besar, saya sudah berkoordinasi dengan Pihak BPJS Ketenagakerjaan, kebutuhan anggarannya kecil kok. Hanya sekitar Rp. 5.400,- per orang per bulan. Jika kita ambil contoh OPD Dinas Pendidikan, dengan asumsi Tenaga Non PNS di lingkungan Dinas Pendidikan ada 10.000 pekerja misalnya, maka anggaran yang dibutuhkan dalam 1 tahun hanya berkisar Rp 648 juta,” kata dia.
Menurutnya, angka ini terbilang sangat kecil, jika dibandingkan dengan manfaat yang diterima. Ada manfaat pertanggungan biaya saat terjadi kecelakaan kerja, juga ada manfaat santunan kematian, biaya pemakaman yang mencapai Rp.24juta yang diberikan kepada ahli waris, jika ada anggota keluarga Non PNS yang meninggal dunia.
“Pokoknya ini harus dianggarkan di 2019, Jaminan Sosial bagi para pekerja Non PNS di wilayah Pemkab Bekasi harus diberikan. Hitungan saya, jika seluruh Non PNS berjumlah misalmya 20ribuan, maka kebutuhan anggaran Jaminan Sosial tahap awal di 2019 (untuk 2 Jaminan Sosial yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian), hanya membutuhkan anggaran sekitar 1,29 Milyar,” pungkas Nyumarno. (BC)