Penegakan Perda Pariwisata Melunak?

BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT – Penegakkan Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi nomor 3 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan melunak. Regulasi yang menyantumkan pelarangan beroperasinya tempat hiburan malam itu seperti berubah haluan.

Implementasi regulasi tersebut kini lebih kepada upaya mendorong seluruh usaha pariwisata agar terdaftar. Padahal, sebelumnya upaya menertibkan THM melalui Perda 3/2016 itu terbilang kencang disuarakan hingga akhirnya tertuang.

Bacaan Lainnya

BACA : Tim P6-PAR Sosialisasikan Perda No 3 Tahun 2016 Ke THM di Kabupaten Bekasi

Berdasarkan bab III pasal 47 ayat 1 Perda tersebut, THM menjadi jenis usaha yang dilarang di Kabupaten Bekasi. THM yang dilarang tersebut meliputi diskotik, bar, klab malam, pub, karaoke, panti pijat dan live musik.

Bahkan, Pemerintah Kabupaten Bekasi telah membentuk tim untuk menyosialisasikan aturan tersebut termasuk melayangkan teguran pada para pengusaha THM. Berdasarkan Perda tersebut, per 1 Januari 2017, tidak ada lagi THM yang beroperasi.

BACA : Tahapan Sosialisasi Rampung, THM di Kabupaten Bekasi Akan ditertibkan Pasca Pilkada

Namun, meski telah disosialisasikan, Dinas Pariwisata kini justru mengaku dilema dalam menegakkan perda tersebut. Kepala Dinas Pariwisara Herman Sujito mengatakan, tidak semua THM dapat ditertibkan karena tidak seluruhnya memfasilitasi kegiatan maksiat, contohnya tempat karaoke.

“Yang dilematisnya begini, karaokenya kan disitu (di Perda) tidak ada definisinya, yang disebut karaoke itu apa sih. Karaoke itu sebetulnya Bahasa Jepang, karaoke itu sebenarnya alat. Kalau sampean nyanyi terus nyetel tip, itu alatnya namanya karaoke. Cuma persepsi dari Fukhis (ormas Islam), bukan persepsi masyarakat Bekasi, yang namanya karaoke itu prositusi tersebulung. Itu yang jadinya panas,” kata dia di kantornya, Kamis (02/02)

Meski telah ditetapkan jenis THM yang dilarang, tidak seluruhnya dapat ditertibkan. Menurut Herman, usaha hiburan pun itu hanya bagian kecil dari jenis usaha pariwisata. Maka, hanya tempat hiburan yang memenuhi unsur yang  harusnya ditertibkan, seperti memfasilitasi maksiat, perjudian dan minuman keras.

“Usaha pariwisata itu kan banyaak, ada 13 jenis, seperti karaoke itu hanya sub yang sangat kecil. Karaoke itu bagian dari rekreasi dan hiburan, hiburan juga banyak. Kalau sekarang ada hajatan kemudian ada orkes, biduannya tahu sendiri penampilannya, yang nonton bisa anak-anak, itu lebih parah. Nah makanya spiritnya apa,” kata dia.

Menurut dia, semangat dari Perda tentang Kepariwisataan itu sebenarnya agar seluruh usaha pariwisata di Kabupaten Bekasi terdaftar. “Kedua, spiritnya Perda ini agar segera membuat rencana induk pengembangan pariwisata. Sekarang ini karena ilegal jadi tidak terdaftar, kalau tidak terdaftar berarti harusnya sudah ditutup. Yang nutup itu orang kecamatan bisa, tidak harus Pemda. Kami tidak mau disibukkan dengan karaoke, sedangkan ini (izin pariwisata) tidak tertangani,” kata dia.

Perda 3/2016 tentang Kepariwisataan, seperti diketahui, memancing sejumlah pro dan kontra terutama terkait pelarangan THM. Dari para pemuka agama, mendukung agar aturan tersebut menjadi dasar penertiban lokasi penyakit masyarakat. Sedangkan dari kaum pengusaha, meyayangkan larangan tersebut. Selain mengancam tempat usaha mereka, larangan tersebut pun dianggap berbenturan dengan sejumlah aturan, di antaranya UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Pada pasal 14 UU Kepariwisataan, hiburan malam diatur namun tidak dilarang. (BC)

Pos terkait