BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT – Setelah hampir 12 tahun terkendala, pembangunan Gereja Katolik Paroki Ibu Teresa di Cikarang telah mendapat lampu hijau dari Pemerintah Kabupaten Bekasi.
Hal itu diketahui usai Pj Bupati Bekasi Dani Ramdan mempertemukan sejumlah pihak terkait pembangunan gereja, mulai dari warga yang mengusulkan, Kementrian Agama hingga perwakilan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di ruang rapat Bupati, Kamis (16/09).
“Dari berbagai persoalan hanya mengerucut ke masalah teknis. Karena ini perjalanan panjang ya dan lebih dari 12 tahun, nah permasalahan teknis itu tadi dibahas dan sudah menemukan titik temu,” ucap Dani Ramdan usai memimpin rapat.
Lahan yang dipersiapkan untuk pembangunan gereja itu, berdasarkan perencanaan dari pihak Lippo Cikarang masuk dalam kawasan komersial. Sementara berdasarkan perundang-undangan, pembangunan gereja di kawasan perumahan harus berada di tanah fasilitas sosial.
“Kalau di kawasan itu memang harus mutlak di tanah fasos, kecuali kalau di perkampungan. Kalau di perkampungan kan enggak ada side plan-blok plan jadi bisa saja di tanah wakaf dibangun tempat ibadah, tapi kalau di kawasan baik di kawasan pemukiman yang sudah diatur oleh perundang-undangan itu harus di area-area fasos. Nah solusinya mengajukan permohonan perubahan status blok yang tadinya kawasan komersial menjadi kawasan fasos, itu bisa,” kata Dani.
Namun, pengajuan permohonan harus dilakukan pihak pengembang ke pemda. Selanjutnya pemda mengabulkan permohonan tersebut hingga izin pembangunan tempat ibadah dapat diterbitkan. “Jadi kami memastikan antara gereja dengan Lippo ini sepakat bahwa ini bisa diubah menjadi kawasan fasos dan kami janjikan kalau ini cepat, bisa seminggu, di kami juga seminggu bisa melakukan perubahan,” ucap dia.
Perwakilan pihak gereja, Antonius Suhardi Antara mengatakan, proses pengurusan izin berlangsung begitu panjang. Pihaknya mengaku telah mengajukan pembangunan gereja sejak 2007 lalu. Ketika itu persyaratan pembangunan rumah ibadah masih mengacu pada Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 tahun 2006.
Dalam aturan tersebut salah satu persyaratannya yakni menyertakan 90 KTP warga pengguna dan 60 KTP warga yang menyetujui pembangunan rumah ibadah. Antonius mengatakan seluruh persyaratan sudah terpenuhi, hanya saja izin pembangunan gereja ini tak kunjung diterbitkan.
Alhasil selama belasan tahun ini, sebanyak 12.000 ummat pun terpaksa beribadah dengan menumpang di aula sekolah di lingkungan sekitar. “Betul ummat kami sekitar 12.000 orang. Selama ini kami masih di sebelah area, di situ ada sekolahan kami dipinjami untuk itu di aulanya. Sekarang sudah ada arahan harus bagaimana, makanya kami akan urus secepatnya sesuai dengan komitmen tadi, satu minggu dapat selesai agar izinnya segera terbit,” kata dia.
Rencananya gereja itu akan dibangun di atas lahan seluas 7.500 meter. Gereja dibangun terpadu, yang di antaranya terdiri dari gedung ibadah, rumah dan aula serba guna.
Antonius berharap pengurusan izin berupa perubahan peruntukan lahan ini dapat dipermudah agar gereja dapat segera dibangun. “Kalau dari Lippo sudah memberikan dukungan tapi untuk soal perubahan peruntukan lahan kami berharap juga ada dukungan sehingga diberikan kemudahan. Termasuk ke pemerintah daerah agar dapat difasilitasi lagi,” ucap dia. (BC)