BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT – Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi mencatat polusi debu di Kabupaten Bekasi telah melebihi baku mutu. Kadar partikel debu tersebut bahkan melebihi polusi dari emisi kendaraan bermotor maupun industri.
Hanya saja, Pemerintah Kabupaten Bekasi tidak memiliki alat yang mumpuni untuk memonitor kondisi udara. Pengecekan pun hanya dapat dilakukan secara manual.
Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Pemulihan Lingkungan Hidup, Rosid Hardiana mengatakan, tingginya polusi debu disebabkan karena kondisi alam di Kabupaten Bekasi yang terbilang gersang. Selain itu, cuaca pun memengaruhi. Tingginya polusi debu telah terjadi sejak 2015 lalu.
“Dari hasil pemantauan, debu itu karena memang kondisi alamnya Kabupaten Bekasi demikian gersang. Kemudian cuaca panas, debu terangkat, terbawa kendaraan yang melintas. Apalagi banyak juga kendaraan besar,” ucap Rosid saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (09/08).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, baku mutu partikular debu yakni 230 mikrogram per meter kubik. Angka itu dihitung dari hasil pengukuran selama 24 jam pada satu titik.
Sedangkan, dari hasil pengukuran Dinas Lingkungan Hidup, debu atau total suspended particulate (TSP) telah mencapai angka 455 mikrogram. Pengukuran dilakukan di dekat pintu tol Cikarang Barat, tepatnya di bawah jembatan layang di Kp. Pasirkonci, Desa Pasirsari, Kecamatan Cikarang Selatan.
Peningkatan polusi debu pun terjadi di sejumlah titik lainnya, di antaranya di Pasar Serangbaru dengan angka 330,9 mikrogram serta di Pasar Cibarusah dengan angka 259,9 mikrogram.
Rosid mengatakan, dari hasil pemetaan, terdapat 13 titik yang menjadi lokasi pencemaran udara, terutama debu. “Total kami petakan ada 13 titik yang mengalami gangguan polusi udara. Selain tiga titik lain, ada terminal Cikarang, stasiun Lemahabang, pertigaan Jalan Nasional Pilar, kemudian terjadi juga di sekitar kawasan pemukiman di Tambun Selatan,” ucap dia.
Diungkapkan Rosid, peningkatan polusi udara ini menjadi yang tertinggi, bahkan mengalahkan polusi kendaraan bermotor atau industri. Padahal, di Kabupaten Bekasi berdiri sejumlah kawasan industri besar.
“Justru ini yang menjadi perhatian, yaitu polusi debu, harus dilakukan pengendalian. Sementara polusi dari kendaraan bermotor juga besar tapi masih aman karena di bawah baku mutu. Begitu juga polusi industri, ditemukan ambien tidak bergerak tapi kondisinya masih di bawah baku mutu,” ucapnya.
Lebih lanjut diungkapkan Rosid, Dinas Lingkungan Hidup masih kesulitan mengendalikan kondisi udara. Soalnya, hingga kini, Kabupaten Bekasi belum memiliki alat pengukur udara. Alhasil, pengukuran dilakukan secara manual.
“Pengukuran secara menyeluruh sebenarnya dilakukan setiap tahun dengan menggandeng pihak ketiga dari laboratorium. Namun data terakhir yang kami terima adalah di tahun 2015. Pada 2016 dan 2017 tidak dilakukan karena kegiatannya dialihkan pada pengkajian pemetaan kondisi udara. Sebenarnya jika memiliki mesin pengukuran, tentu kondisi udara bisa dilakukan tepat waktu,” kata dia. (BC)