BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT – Pemerintah telah menetapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik menjadi 12 persen mulai Januari 2025. Hal ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Namun, kebijakan ini mendapatkan respon dari berbagai pihak, termasuk Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Bekasi, Ani Rukmini. Dirinya berharap pemerintah lebih bijak dalam menerapkan kebijakan ini, terutama karena daya beli masyarakat masih lemah.
“Pemerintah harus lebih bijak dalam menerapkan kebijakan ini karena daya beli masyarakat masih menurun, pengangguran banyak termasuk PHK-PHK sehingga sebetulnya sih kurang tepat jika dilakukan saat ini,” kata Ani Rukmini, Senin (25/11).
BACA: PPN Naik Jadi 12 Persen, Kapan Mulai Berlaku?
Oleh karenanya, politisi Partai Keadilan Sejahtera itu meminta agar pemerintah menunda kebijakan tersebut. Dia khawatir, kenaikan PPN menjadi 12 persen akan menambah beban masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
Kenaikan harga barang dan jasa akibat PPN dapat menurunkan daya beli masyarakat dan melemahkan transaksi di berbagai sektor ekonomi.
“Ini kan sebetulnya cara konvensional, cara-cara pemerintah untuk memudahkan memperoleh sumber-sumber pendapatan. Menurut saya, yang paling win-win solution di-hold, jangan sekarang. Biarkan pemerintah yang baru ini berjalan setahun dua tahun kayak apa. Udah stabil, udah mampu meningkatkan daya beli masyarakat barulah bicara (kenaikan PPN) kalau diperlukan,” kata Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Bekasi Ani Rukmini.
Diketahui, rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen tersebut sudah tercantum di dalam Undang-Undang No. 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP pasal 7 ayat 1.
Dikutip dari antaranews.com, terdapat beberapa alasan mengapa pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif PPN sebesar 12 persen pada 2025.
Pertama, kenaikan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara. Sebagai salah satu sumber utama penerimaan negara, PPN memegang peranan penting dalam mendanai berbagai program pemerintah. Kedua, kenaikan PPN juga diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri. Indonesia masih bergantung pada utang untuk menutupi defisit anggaran.
Ketiga, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen ini juga dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan standar internasional. Saat ini, tarif PPN Indonesia yang berada di angka 11 persen yang kemudian akan naik mencapai 12 persen, masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara maju lainnya.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan bahwa rata-rata PPN seluruh dunia, termasuk negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), memiliki tarif PPN sebesar 15 persen.
Kemudian, dengan kenaikan PPN 12 persen tersebut, dalam kebijakan fiskal pada 2025, ditetapkan pendapatan negara 12,08-12,77 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), belanja negara 14,21-15,22 persen PDB, keseimbangan primer 0,07 persen hingga minus 0,40 persen PDB, dan defisit 2,13-2,45 persen PDB. (DIM/RIZ)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS