Penjabat Bupati Bekasi Dani Ramdan berharap para dai muda lulusan PKU MUI Kabupaten Bekasi bisa memahami situasi dan kondisi agar sistem atau metode dakwah yang disampaikan dapat pula menyesuaikan dengan keadaan kekinian, agar dakwah dapat lebih efektif disampaikan kepada umat dan masyarakat yang dituju pada umumnya.
“Saat ini kita berada di era digital. Karena itu studi dan dakwah Islam hendaknya juga menyesuaikan dengan perkembangan zaman dari generasi ke generasi, termasuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,” ungkapnya.
Ditambahkan, dakwah hendaknya disampaikan dengan lemah lembut tanpa paksaan. Selalulah berpikir positif dan berusaha merangkul semua pihak, termasuk yang berbeda pandangan dengan kita. Sebab dakwah yang santun dan inklusif akan lebih diterima oleh hati nurani umat.
“Karena kita ingin ulama kita ini betul-betul keislamannya yang rahmatan lil alamin yang bisa melindungi,mengayomi semua,” kata dia.
Peserta PKU MUI Kabupaten Bekasi Termuda
Muhammad Labib Muzhoffar (22) merupakan peserta termuda yang berhasil lolos menjadi peserta PKU MUI Kabupaten Bekasi. Labib, sapaan akrabnya, mengatakan seleksi kegiatan ini cukup ketat karena para peserta langsung mengikuti tes membaca kitab kuning fathul qorib yaitu salah satu kitab fiqih klasik. Selain itu kemampuan menggunakan bahasa arab dan inggris juga menjadi poin kelulusan.
“Kita sebagai calon kader ulama yang nantinya akan terjun ke masyarakat, dan hidup di masa teknologi digital, harus faham yang namanya bahasa asing. Kemudian yang namanya ulama tidak terlepas dari kajian kitab kuning, waktu itu kita dites kitab fathul qorib,” tuturnya
Setiap kesempatan bagi Labib, harus dibarengi dengan kesiapan. Sama halnya ketika dia mengikuti seleksi ini. Labib sudah terbiasa mempelajari dan membaca kitab kuning saat dirinya menjadi santri selama 7 tahun di Ponpes Khas Kempek Cirebon dan Ponpes Al Imdat Bantul Yogyakarta.
Pendidikan Kader Ulama ini baginya merupakan pengalaman belajar yang penting karena akan diarahkan Kiai di MUI Kabupaten Bekasi agar memiliki spesialisasi ilmu menjadi ahli tafsir sekaligus mampu memanfaatkan teknologi informasi.
Selain itu wawasan kebangsaan ini baginya menjadi hal penting agar para kader ulama mampu memiliki faham yang wasathiyah atau moderat dalam beragama.
“Tadi saat studium generale sudah dijelaskan bahwasanya banyak bagian dari ilmu tafsir sendiri yang saat ini belum kita jamah atau pelajari. Seperti halnya metode penafsiran mawdhu’i dan lain sebagainya,” jelas Labib.
Untuk itu, mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Haji Agus Salim Cikarang ini juga mengajak kepada para generasi milenial yang juga memiliki latar belakang pernah ‘nyantri’ dan akan terjun ke masyarakat untuk senantiasa dalam berdakwah mengikuti perkembangan zaman. Menurutnya saat ini generasi muda sudah didukung dengan modal dakwah melalui teknologi informasi.
“Mengutip Al-Muhafazhotu ala al-qadimi al-shalih wal akhdzu bil jadid al-ashlah yaitu kita harus bisa melek dengan perkembangan zaman yang sekarang, karena itu kita harus bisa memanfaatkan semaksimal mungkin, kalau dulu mungkin santri harus menyediakan kitab yang banyak di lemari, tapi untuk saat ini dalam satu laptop kita sudah bisa memuat kitab kuning secara lengkap seperti maktabah syamilah itu,” tuturnya.