Job Fair Tak Ampuh Atasi Pengangguran, Ini Solusi Komisi IV DPRD Kabupaten Bekasi

Wakil Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Bekasi, Nyumarno
Wakil Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Bekasi, Nyumarno

BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT – Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Bekasi, Nyumarno mengingatkan Pemerintah Kabupaten Bekasi untuk tidak bangga menggelar kegiatan bursa kesempatan kerja alias Job Fair.

Pasalnya program tersebut dianggap tidak mampu menyelesaikan masalah pengangguran yang terus meningkat. Apalagi, para pencari kerja tersebut tak memiliki keahlian yang ditetapkan perusahaan sebagai syarat utama untuk masuk sebagai pekerja.

Bacaan Lainnya

“Saya kurang setuju jika salah satu penanganan pengangguran itu hanya dengan cara job fair dan pemagangan,” kata Nyumarno, Senin (22/10).

Menurutnya, output dari Job Fair selama ini tidak jelas. “Outputnya apa? Coba berapa besar angkatan kerja dan pengangguran yang berkurang? Berapa orang yang sudah diterima di perusahaan di Kabupaten Bekasi? Mana data penyaluran tenaga kerja melalui Job Fair? Ini harus dipertanyakan,” cetusnya.

Ia pun kurang menyetujui upaya yang digalakan pemerintah untuk mengatasi pengangguran dengan cara pemagangan karena disinyalir masih banyak ditemukan penyimpangan di lapangan.

“Apalagi jika mengatasi pengangguran dengan cara pemagangan, saya sangat tidak setuju. Dimana pemagangan itu sendiri masih banyak ditemukan penyimpangan di lapangan,” ungkapnya.

Politisi PDI Perjuangan itu menilai seharusnya Pemkab Bekasi melalui Dinas Tenaga Kerja membuat sistematika dan perencanaan yang jelas kaitan penanggulangan pengangguran di Kabupaten Bekasi.

“Ini sebenarnya ada momen bagus, membuat regulasi berupa Peraturan Bupati Bekasi sebagai aturan turunan dan aturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah tentang Ketenagakerjaan yang sudah di sah-kan sejak tahun 2016 yang lalu (Perda No.4 tahun 2016,-Red),” ucapnya.

Peraturan Bupati Bekasi itu, lanjutnya, berisi tentang semua informasi lowongan pekerjaan yang ada di perusahaan, wajib diberitahukan kepada Dinas Tenaga Kerja. “Ini sudah ada di Perda, tinggal diatur teknis dan dituangkan ulang di Peraturan Bupati,” kata dia.

Selain itu Dinas Tenaga Kerja juga harus menyusun sisitem perencananaan pengangguran yang jelas.

“Misalnya jika setiap informasi lowongan kerja disampaikan kepada Disnaker, maka kebutuhan Tenaga Kerja di setiap perusahaan yang ada di Bekasi harus diambil dan diutamakan melalui BLK (Balai Latihan Kerja-red) milik Pemkab Bekasi. Artinya fungsi BLK juga dimaksimalkan dan dioptimalkan, baik dari pra sarana BLK, SDM di BLK, juga kesiapan Pelatihan Kerja sesuai kebutuhan dunia usaha itu harus menjadi target kerja keras UPTD BLK,” ungkapnya.

Dalam regulasi itu, tambah Nyurmano juga harus tertuang bahwa setiap angkatan kerja ataupun calon pencari kerja di Kabupaten Bekasi, wajib terlebih dahulu masuk BLK. “Berikan Pelatihan Kerja, jika lulus barulah dapat Sertifikasi Kompetensi ataupun semacam sertifikasi Layak Kerja kemudian dapat Kartu Kuning Tanda Pencari Kerja dan disalurkan ke perusahaan-perusahaan di Kabupaten Bekasi, sesuai informasi lowongan pekerjaan yang tadi sudah wajib dilaporkan oleh setiap Perusahaan kepada Disnaker,” kata dia.

Sementara untuk para pencari kerja yang ada di UPTD BLK namun tidak lulus kompetensinya dan tidak dapat sertifikasi layak kerja, maka diberikan kesempatan kedua untuk mengikuti pelatihan yang sama.

“Jika tetap tidak lolos dan tidak mendapatkan sertifikasi, maka Pemerintah Daerah dapat memberikan intensif atau subsidi kepada mereka, untuk berwirausaha mandiri di wilayahnya. Berikan bantuan modal kepada mereka yang tidak lolos dan tidak memperoleh Sertifikasi Layak Kerja dari UPTD BLK, bisa sekitar Rp 5 juta per orang, agar mereka bisa berwiraswasta kecil-kecilan atau berdagang. Dengan subsidi tersebut, mereka bisa usaha dagang mie ayam, bakso, cilok, buka counter service HP kecil-kecilan, atau usaha lainnya. Pada prinsipnya, yang penting mereka bisa wirausaha dan pengangguran jelas bisa diatasi secara signifikan,” ungkapnya.

Persoalan pengangguran di Kabupaten Bekasi, kata dia, harus disikapi secara serius oleh pemerintah. Pasalnya berdasarkan data BPS Provinsi Jawa Barat per Agustus 2017, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kabupaten Bekasi, menempati peringkat pertama se-Jawa Barat, yakni mencapai 10,97 persen, diatas angka rata-rata Provinsi dan Nasional yang masing-masing hanya 8,22 persen dan 6,18 persen.

Sementara itu Kepala Disnaker Kabupaten Bekasi, Edi Rochyadi belum lama ini mengatakan Job Fair yang selama ini rutin pihaknya merupakan salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Bekasi untuk mengurangi jumlah pengangguran selain program pemagangan.

“Jadi di Job Fair ini, kami hanya berupaya untuk mempertemukan tenaga kerja dengan pihak perusahaan,” ucapnya.

Edi mengakui dengan adanya Job Fair ini tidak serta merta mengurangi angka pengangguran di Kabupaten Bekasi secara signifikan. Pasalnya, kata dia, selama ini terjadi ketimpangan antara jumlah lowongan pekerjaan yang tersedia dengan lulusan sekolah.

“Kan bisa dibayangkan berapa jumlah sekolah yang ada di kita dan bandingkan dengan berapa lowongan kerja yang tersedia serta berapa jumlah lulusan siswa kita. Masih timpang sehingga tidak akan ketemu,” kata dia.

Meski demikian, hingga saat ini dirinya masih belum mengtahui secara pasti berapa banyak jumlah pengangguran yang ada di Kabupaten Bekasi.  “Saya tidak bisa (menyebutkan-red), karena belum mendapatkan data yang kongkrit,” tandasnya. (ADV)

Pos terkait