Jamu Uti, Jamu Gendong Zaman Now yang Tak Digendong Lagi

Seiring perkembangan zaman, Jamu Uti yang dahulu dijajakan dengan cara digendong dari kampung ke kampung kini bertransformasi menjadi minuman kemasan botol yang lebih modern dan menarik.
Seiring perkembangan zaman, Jamu Uti yang dahulu dijajakan dengan cara digendong dari kampung ke kampung kini bertransformasi menjadi minuman kemasan botol yang lebih modern dan menarik.

BERITACIKARANG.COM, CIKARANG SELATAN – Di tengah maraknya tren minuman kekinian, jamu tradisional tetap menunjukkan eksistensinya. Seiring perkembangan zaman, jamu yang dahulu dijajakan dengan cara digendong dari kampung ke kampung kini bertransformasi menjadi minuman kemasan botol yang lebih modern dan menarik.

Salah satu pelaku usaha yang berhasil melakukan inovasi ini adalah Ria Dewie, seorang pelaku UMKM asal Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi. Lewat brand Jamu Uti, ia sukses memproduksi hampir 1.000 botol jamu setiap bulan. Dewie mengubah warisan jamu gendong keluarganya menjadi minuman sehat yang digemari banyak konsumen, termasuk anak muda.

Bacaan Lainnya

“Perjalanan Jamu Uti ini dimulai dari ibu saya yang sudah berjualan jamu gendong sejak tahun 2002. Lalu, sejak 2018 saya mulai membantu meningkatkan pemasaran dengan mengemasnya dalam bentuk botol,” ungkap Ria Dewie pada Kamis (04/12).

Untuk memasarkan produknya, Dewie memanfaatkan media sosial, membuka booth di berbagai bazar, lapak di acara car free day (CFD), hingga menjualnya melalui koperasi karyawan di sejumlah perusahaan, seperti di PT Kayaba Indonesia. Dengan harga yang terjangkau, yakni Rp10.000 per botol, Jamu Uti menawarkan berbagai varian rasa seperti kunyit asem, kunyit tawar, kunyit asem sirih, beras kencur, gula jahe sereh, gula asem, sirih, hingga pahitan.

BACA: Nikmati Manisnya Cuan dari Jeruk Kasturi Selasih

“Target utama kami memang koperasi-koperasi karyawan. Oleh karena itu, kami kemas dalam botol isi 330 ml agar lebih praktis untuk dibawa,” jelasnya.

Meskipun jamu sering diasosiasikan dengan kalangan orang tua, Ria mengungkapkan bahwa pembeli dari kalangan anak muda juga cukup banyak. “Alhamdulillah, banyak anak muda yang suka. Biasanya mereka memilih varian kunyit asem karena rasanya segar,” tambahnya.

Dewie merasa bersyukur atas dukungan berbagai pihak terhadap usahanya. Salah satunya adalah Forum UMKM Kecamatan Cikarang Selatan yang turut memberikan dorongan semangat. Selain itu, ia juga telah mendapatkan sertifikasi halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), yang semakin meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produknya.

“Alhamdulillah sekarang kami juga mendapat bantuan mesin penggiling kunyit dari Kemendiktisaintek melalui UPN Veteran Jakarta. Ini sangat membantu mempercepat proses produksi. Kalau dulu menggiling 15 kilogram kunyit bisa seharian, sekarang hanya butuh 15 menit,” ujarnya dengan penuh syukur.

Dengan misi melestarikan warisan budaya bangsa melalui kekayaan rempah-rempah Indonesia, warga Perumahan Cikarang Pass Residence, Desa Sukadami, Kecamatan Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi ini pun berkomitmen untuk terus berjuang memperkenalkan jamu tradisional racikan keluarganya hingga dikenal lebih luas, bahkan ke tingkat dunia. (DIM)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Pos terkait