BERITACIKARANG.COM, CIKARANG SELATAN – – Penyegelan tempat karaoke di ruko Thamrin – Lippo Cikarang memasuki hari kedua, Rabu (10/10) pagi. Petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bekasi didampingi aparat kepolisian dan TNI kali ini langsung menutup secara paksa 13 tempat karaoke yang tersisa di lokasi itu.
BACA: 7 Karaoke di Lippo Ciikarang Disegel Satpol PP
Adapun ke 13 tempat karaoke yang disegel di hari kedua penegakan Perda No 3 Tahun 2016 tentang Penyelanggaran Kepariwisataan ini diantaranya adalah Venus, Hio, Javazs, Sinjoku, T-aRa, Neo Eden, Black Fear, Time, Sabondama, King, Pinky Star, Cinderela dan Vitamin.
Muklis Hartoyo, perwakilan dari para pengusaha hiburan malam di lokasi tersebut mengatakan para pengusaha berharap adanya kebijakan dari Pemerintah Daerah untuk dapat merevisi Perda No 3 Tahun 2016. Pasalnya akibat Perda itu tempat usaha mereka yang sudah beroperasi bertahun-tahun lamanya kini menjadi ilegal dan dan ditutup secara paksa oleh aparat.
“Kami ingin dilegalkan karena pada dasarnya kami sepakat tidak ingin ada prostitusi, tidak ada narkoba dan lain sebagainya, serta harus sesuai dengan ketentuan atau prodesur yang ada di pemerintahan kita,” kata Muklis Hartoyo.
Apalagi, sambungnya, dari sejumlah usaha kepariwisataan yang dilarang beroperasi di Kabupaten Bekasi, selain karaoke juga ada live musik.
“Kalau live musik tidak boleh, maka live musik seperti dangdut, organ tunggal, band atau bahkan kosidahan ini juga dilarang di Kabupaten kita. Ini kan nggak baik, apalagi untuk kreasi-kreasi anak muda yang ingin mengembangkan bakat musiknya. Jadi saya fikir pemerintah daerah harus segera merevisi perda ini,” ucapnya.
BACA: Resmi Disegel, Ini Curhatan Pekerja Karaoke di Lippo Cikarang
Selain itu, tambah Muklis, penyegalan tempat karaoke oleh pemerintah daerah juga menimbulkan masalah baru, yakni persoalan ketenagakerjaan. “Usaha pariwisata ini menyerap ribuan tenaga kerja di dalamnya. Ini mau dikemanakan oleh pemerintah daerah? Sehingga menurut saya ini juga harus dipikirkan,” kata dia.
Muklis juga mengelak anggapan sejumlah pihak yang menyatakan bahwa tempat karaoke kerap dijadikan sebagai ajang prostitusi terselubung. “Ketidakadilan kami rasakan disini. Kami dianggap tempat prostitusi padahal banyak warung remang-remang yang justru saya pikir itu yang harus diutamakan. Bukan di tempat kita,” cetusnya.
Sebagaimana diketahui, penyegalan tempat karaoke ini berkaitan dengan diberlakukannya Peraturan Daerah nomor 3 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi. Pasal 47 ayat 1 Perda tersebut menyatakan bahwa diskotik, bar, klab malam, pub, karaoke, panti pijat (massage), live musik dan jenis-jenis usaha lainnya yang tidak sesuai dengan norma agama dilarang beroperasi di Kabupaten Bekasi. (BC)