BERITACIKARANG.COM, CIKARANG UTARA – Air minum dalam kemasan (AMDK) Le Minerale menjadi sorotan setelah diduga menjadi target kampanye hitam (black campaign) di sejumlah platform media sosial seperti Instagram, TikTok, dan X. Kampanye ini diduga dilakukan secara terorganisir dalam beberapa pekan terakhir, dengan tujuan merusak reputasi merek tersebut.
Koordinator Riset Satgas Anti Hoax PWI Pusat sekaligus Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Dian Nusantara, Algooth Putranto, menyampaikan keprihatinannya terkait fenomena ini. “Banjir unggahan di media sosial yang mengesankan adanya kampanye hitam terhadap Le Minerale sangat mencurigakan. Motifnya kemungkinan besar persaingan bisnis di industri AMDK,” ujar Algooth.
Algooth menjelaskan bahwa unggahan-unggahan tersebut secara seragam menuding adanya peredaran galon palsu Le Minerale di wilayah Bekasi selama dua tahun terakhir. “Ratusan akun media sosial terlibat dalam kampanye ini dengan pola yang sangat terorganisir,” tambahnya.
Namun, berdasarkan penjelasan resmi dari pihak kepolisian, kasus yang sebenarnya terjadi adalah dugaan penyalahgunaan izin usaha oleh seorang pemilik depot air minum curah di Bekasi. Barang bukti yang disita polisi menunjukkan adanya segel dan galon bekas dari berbagai merek ternama, termasuk Le Minerale dan Aqua.
“Yang menarik, meskipun barang bukti melibatkan beberapa merek, kampanye di media sosial hanya menargetkan Le Minerale. Ini jelas menunjukkan ada upaya sistematis untuk merusak reputasi merek tersebut,” tegas Algooth.
Kasus Penjualan Air Curah Ilegal di Bekasi
Sebelumnya, dalam konferensi pers pada Jumat (23/05), polisi menetapkan seorang pemilik depot air minum curah berinisial SST (40) sebagai tersangka. SST diduga menjalankan praktik ilegal dengan menjual air tanah mentah yang dikemas menyerupai galon bermerek.
BACA: Depot Air Isi Ulang di Setu Produksi Galon Le Minerale Palsu
Kapolres Metro Bekasi, Komisaris Mustofa, menyatakan bahwa pelaku dijerat dengan Pasal 8 ayat (1) huruf a, d, dan e jo Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta Pasal 140 jo Pasal 86 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. “Ini adalah bentuk penipuan yang sangat membahayakan keselamatan konsumen,” jelas Mustofa.
Pengamat hukum dan perlindungan konsumen, Fendy Ariyanto, menilai kasus ini lebih terkait dengan pelanggaran izin usaha dan standar keamanan produk air minum. “Pasal-pasal yang digunakan polisi fokus pada perlindungan konsumen dan keamanan pangan. Jika terbukti bersalah, pelaku dapat dikenai sanksi pidana karena menyesatkan konsumen,” katanya.
Diketahui, depot milik SST berlokasi di sebuah ruko kontrakan di Desa Burangkeng, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi. Ketua RT setempat, Empud (55), mengungkapkan bahwa pelaku sempat mengaku menjalankan usaha depot isi ulang saat pertama kali membuka usahanya.
Beberapa warga sekitar juga memberikan kesaksian terkait aktivitas depot tersebut. Sanih (38) dan Isah (30) menduga galon-galon air dari depot itu dijual kepada tukang bangunan dan sopir truk di sekitar wilayah Burangkeng. “Saya pernah lihat galon-galon itu dibawa oleh pembeli dari kalangan pekerja,” ujar Sanih.
Sementara itu, Humaeroh (63), warga lainnya, mengungkapkan bahwa depot tersebut jarang digunakan oleh penduduk setempat. “Saya hanya pernah sekali mengisi ulang di sana karena kehabisan air pada malam hari,” katanya. (DIM)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS