BERITACIKARANG.COM, CIKARANG BARAT – Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bekasi membantah tudingan warga bahwa penertiban bangunan liar (bangli) di Saluran Pembuang (SP) Cikedokan, Desa Sukadanau, Kecamatan Cikarang Barat, dilakukan secara tebang pilih. Satpol PP memastikan bahwa kegiatan tersebut dilakukan sesuai aturan dan bertujuan untuk mendukung pembangunan.
Kepala Bidang Ketertiban dan Ketentraman (Trantib) Satpol PP Kabupaten Bekasi, Ganda Sasmita, menjelaskan bahwa penertiban ini mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2012 tentang Ketertiban Umum, yang melarang pembangunan di atas saluran sungai dan bantaran sungai tanpa izin resmi.
“Nah, yang tidak dibongkar itu mereka sudah berizin, dalam hal ini PJT II selaku pejabat yang ditunjuk pemerintah pusat untuk mengelola wilayah pengairan. Kami kroscek langsung ke PJT II, ternyata memang ada izinnya sekian tahun,” ungkap Ganda Sasmita, Kamis (05/06).
BACA: Penertiban Bangli di Cikarang Barat, Warga Tuding Pemkab Bekasi Tebang Pilih
Ganda juga mengungkapkan bahwa setelah penertiban selesai, Saluran Pembuang (SP) Cikedokan akan dinormalisasi sebagai bagian dari tindak lanjut. “Jadi akan ada tindaklanjut sehingga kita prioritaskan. Itu suratnya sudah dari 2024 akan ada normalisasi,” jelasnya.
Selain itu, ia menegaskan bahwa tidak ada kepentingan lain di balik penertiban ini selain mendukung pembangunan. “Kegiatan penertiban ini tidak ada kepentingan-kepentingan tertentu, kepentingannya murni untuk pembangunan. Target kami adalah mendukung pembangunan daerah,” tegasnya.
Himat (69), salah satu warga yang terdampak penertiban, menyampaikan keberatan. Ia mengaku tidak menerima pemberitahuan mengenai rencana normalisasi tersebut. Menurutnya, SP Cikedokan bukanlah aliran kali irigasi yang digunakan untuk pertanian, melainkan hanya rawa yang digunakan untuk menampung air hujan.
BACA: Pabrik Berdiri di Sempadan Sungai, Ade Kunang: Nanti Kita Akan Tertibkan Semua
“Saya lahir di sini, ini rawa. Kalau PJT ngaku, boleh beradu sama saya. Ini dibebaskan oleh Pak Haji Abdul Patah tahun 1982 untuk melewatkan air hujan jadi ke hilir,” ujar Himat.
Pengusaha warung nasi itu juga menduga bahwa penertiban ini bukan semata-mata untuk normalisasi, melainkan terkait proyek penggantian pipa milik perusahaan minuman bersoda yang beroperasi di sekitar wilayah tersebut. “Di sana ada penampungan air dan pipa di tengah bangunan ini. Dengan adanya bangunan-bangunan ini, mereka kesulitan mengganti pipa besi dengan pipa plastik,” imbuhnya. (DIM)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS