3 Incumbent Kepala Desa ‘Keok’ di Seleksi Tertulis dan Wawancara. Apa Penyebabnya?

Seleksi tertulis dan wawancara di Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Serentak 2018 yang diikuti 128 orang Bakal Calon Kepala Desa dari 19 Desa di 11 Kecamatan di Kabupaten Bekasi pada Sabtu (14/07) lalu.
Seleksi tertulis dan wawancara di Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Serentak 2018 yang diikuti 128 orang Bakal Calon Kepala Desa dari 19 Desa di 11 Kecamatan di Kabupaten Bekasi pada Sabtu (14/07) lalu.

BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT  – Seleksi tertulis dan wawancara di Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Serentak 2018 yang diikuti 128 orang Bakal Calon Kepala Desa dari 19 Desa di 11 Kecamatan di Kabupaten Bekasi menyisakan ‘kekalahan’ bagi 3 orang incumbent.

BACA : Puluhan Balon Kepala Desa Berguguran Usai Seleksi Tertulis dan Wawancara, Siapa yang Lolos?

Bacaan Lainnya

Ketiga orang incumbent itu adalah bagian dari 33 orang bakal calon yang dinyatakan tidak lolos oleh tim panitia seleksi independen dalam tahapan yang difasilitasi Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Bekasi dan dilaksanakan di Hotel Santika Cikarang pada Sabtu 14 Juli 2018 lalu.

Adapun ketiga incumbent yang gagal dalam seleksi itu diantaranya adalah Apendi dari Desa Satria Mekar Kecamatan Tambun Utara, Suwinta dari Desa Pantai Bakti Kecamatan Muaragembong dan Wahyudin Permana dari Desa Bojongsari Kecamatan Kedungwaringin.

Pengamat Ilmu Pemerintahan dari Universitas Islam 45 (Unisma) Bekasi, Harun Al Rasyid menilai tidak lolosnya incumbent dalam seleksi tertulis dan wawancara disebabkan karena beberapa faktor. Pengalaman yang dimiliki sebagai Kepala Desa lima tahun kebelakang tidak menjamin incumbent lolos dalam tahapan tersebut.

“Pertama karena ketidaksiapan personalnya. Mungkin karena merasa terlalu percaya diri atau over confidene sebagai incumbent sehingga persiapannya tidak terlalu matang dan akhirnya gagal dalam proses seleksi tersebut,” kata Harun Al Rasyid, Senin (16/07).

Kedua, bisa jadi karena kapasitas dan kemampuan Bakal Calon Kepala Desa yang mengikuti seleksi memang terbatas. “Karena sekarang itu kan mekanisme pemilihan kepala desa baru, artinya tuntuntan untuk menjadi kepala desa pun juga semakin tinggi, apalagi di wilayah-wilayah yang mengarah ke perkotaan. Sepanjang fair, maka mekanisme itu tentunya menjadi tahap awal untuk menseleksi bakal calon yang pas, yang memiliki kapasitas dan sesuai kebutuhan di desa tersebut,” kata dia.

Dengan demikian, sambungnya, jika dilihat dari sisi aturan mekanisme ini masih bisa dipertanggungjawabkan dan membuat persyaratan menjadi kepala desa tidak semudah sebelumnya yang cukup hanya dengan melampirkan SKCK, Ijazah atau dokumen lainnya.

“Artinya dengan adanya mekanisme ini maka Bakal Calon mesti didukung juga dengan kemampuan intelektual, termasuk moral dan tentunya juga dukungan dari masyarakat yang bisa diketahui setelah lolos seleksi di hari pemilihan nanti,” kata Harun. (BC)

Pos terkait