BERITACIKARANG.COM, TAMBUN SELATAN – Selama puluhan tahun, Marsan Susanto berbaur bersama orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Pria kelahiran 1971 itu merupakan pendiri Yayasan Al Fajar Berseri, sebuah panti rehabilitasi bagi pasien gangguan jiwa yang berada di di Kampung Pulo Poncol, RT 04/37, Desa Sumber Jaya, Kecamatan Tambun Selatan.
Namun siapa sangka, di balik panti rehabilitasi yang kini dihuni ratusan pasien OGDJ, ada kisah perjuangan yang tidak semua orang mampu menjalaninya. Kisah ini bermula ketika Marsan yang saat itu tengah bekerja sebagai kusir delman melihat ada ODGJ di sebuah tempat pembuangan sampah dan makan makanan yang sudah digerumuti lalat.
Merasa prihatin, Marsan pun memutuskan untuk mengajak orang tersebut pulang ke rumahnya. “Saya bawa pulang, saya mandikan, saya cukur rambutnya yang gimbal,” kata Marsan, Kamis (19/09).
Menjelang magrib, Marsan mengatakan kepada istrinya untuk meminta izin merawat ODGJ tersebut untuk sementara waktu di rumahnya. Sang istri pun tidak menampik kekhawatirannya akan suatu hal yang mungkin terjadi. Ia beranggapan keinginan suaminya itu cukup berisiko.
Marsan sempat merasa dilema. Ia hanya bisa diam, hingga akhirnya Marsan meminta OGDJ yang dibawanya tersebut bermalam di atas loteng rumahnya. Hanya saja, kekhawatiran akan terjadinya sesuatu pun tetap menghantui pikiran Marsan. Akhirnya Marsan tidak tidur semalaman untuk mengawasinya.
Keesokan harinya, Marsan mengajak OGDJ tersebut mencari rumput. Meski demikian, kekhawatirannya pun masih tetap menghinggapi. Terlebih, orang tersebut masih tetap tidak mau bicara. Sorot matanya yang tajam membuat Marsan merasa takut.
Marsan kemudian memberikan nama Boy untuk orang tersebut. Seiring berjalannya waktu, Boy pun sedikit demi sedikit sudah mulai mau berbicara. Hingga akhirnya, setelah hampir dua bulan waktu berlalu, Boy pun mengatakan bahwa namanya adalah Rudi.
“Sudah menginjak hampir 2 bulan, dia baru mengatakan bahwa namanya Rudi,” ungkap Marsan.
Tidak hanya nama, Rudi pun menyebutkan alamatnya. Hal itu diungkapkan setelah kurun waktu lebih-kurang tiga bulan. Marsan merasa yakin bahwa nama dan alamat yang disebutkan itu benar. Sebab Rudi selalu konsisten menjawab dengan jawaban yang sama ketika ditanya nama dan alamat.
“Akhirnya, saya beri ongkos sebesar Rp 7 ribu, saya suruh naik kendaraan umum dari Tambun untuk pulang ke Bogor”, jelasnya.
Tiga hari berselang, datanglah orang tak dikenal ke kediamannya. Orang tersebut mengaku sebagai orang tuanya Rudi. Bahkan, ibunya Rudi langsung mencium kaki Marsan ketika bertemu.
“Ibunya langsung tubruk saya, nyium kaki saya,” ungkap pria yang kini usianya sekitar 48 tahun itu.
Setelah diminta berdiri, ibunda Rudi masih tercekat. Baru setelah beberapa detik berselang, ibu Rudi mulai bicara. Ia mengatakan anaknya itu sudah hampir lima tahun tidak pulang. Bahkan keluarga sudah putus asa mencari dan mengira Rudi sudah meninggal.
Penjelasan ibunda Rudi itu membuat Marsan yang berprofesi sebagai kusir delman, merasa dirinya juga bisa bermanfaat untuk orang lain. Dari sanalah Marsan mulai bergaul dengan para ODGJ. Hingga akhirnya, sekitar tahun 1992 Marsan mendirikan sebuah panti rehabilitasi untuk pasien ODGJ.
Menurutnya, selama lebih dari 26 tahun mengurus orang-orang yang kurang beruntung ini, tidaklah mudah. Dibutuhkan kesabaran ekstra dan mental yang kuat. “Kalau kita enggak kuat, enggak benar-benar ikhlas, enggak tulus, enggak sabar, dan enggak bersyukur, ya stres juga,” jelasnya.
Upaya Marsan menampung para ODGJ ini pun mulai dikenal masyarakat luas. Dia pun lantas mendirikan yayasan bernama Al Fajar Berseri. Jumlah pasien pun makin meningkat hingga kini mencapai 370 orang pasien baik usia muda dan tua.
Kendati mendapat bantuan dari pemerintah daerah hingga pusat serta memiliki sejumlah donatur tetap, Marsan terkadang kesulitan menghidupi ratusan pasiennya. Setidaknya tiga karung beras ukuran 50 kilogram dihabiskan untuk memberi makan pasien selama sehari.
“Itu untuk makan sehari kan tiga kali. Belum termasuk lauk pauk. Karena memang jumlahnya makin banyak, operasional juga tinggi. Sekitar Rp 100 juta habis sebulan mah,” ucap dia.
Persoalan yang dihadapi Marsan tidak hanya pada biaya operasional, namun jumlah pasien yang ada pun dinilai tidak memadai dengan kondisi panti saat ini. “Bisa dibilang overload. Padahal kami ingin sekali bisa memberikan hunian yang nyaman, khususnya untuk para Lansia. Karena fasilitas yang kurang memadai serta banyaknya gangguan atau konflik dari pasien-pasien muda yang membuat mereka tidak nyaman,” ungkapnya.
Bagi Marsan, pasien ODGJ harus diperlakukan seperti orang normal. “Inilah alasan saya mengapa saya mau membangun panti ini. Walaupun saya memiliki kekurangan secara materi, hati saya tetap bahagia kala melihat ada pasien yang sembuh total. Mereka dapat hidup normal kembali dan berguna bagi masyarakat,” tuturnya.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bekasi, Abdillah Majid mengatakan, Yayasan Al Fajar Berseri merupakan bagian dari lembaga yang didampingi. Berkat upaya mulianya, pemerintah turut melakukan pemberdayaan, baik dari peningkatan kualitas sumber daya manusia hingga kualitas pelayanan kepada pasien.
“Ini menjadi lembaga pendampingan kami, bagian yang kami asuh. Yayasan itu menjadi satu-satunya di Jawa Barat dan itu dari swasta. Memang perlu didampingi, maka kami turut melakukan pemberdayaan,” ucap dia. (BC)