UMK Tinggi, 3 Perusahaan Garmen Hengkang dari Kabupaten Bekasi

BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT  – Dinas Tenaga Kerja mencatat sejumlah perusahaan yang bergerak di bidang garmen dan tekstil hengkang dari Kabupaten Bekasi dalam beberapa tahun terakhir. Selain persoalan bahan baku, tingginya Upah Minimum Kabupaten (UMK) disinyalir menjadi penyebabnya.

BACA: Tembus Rp 4,4 Juta, UMK 2020 Kabupaten Bekasi Tunggu Penetapan Gubernur

Bacaan Lainnya

“Memang ada beberapa yang memilih pindah ke daerah lain, kebanyakan pabrik garmen dan tekstil,” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi, Edi Rochyadi, Senin (18/11).

Dia mengatakan saat ini jumlah perusahaan yang bergerak di bidang garmen dan tekstil hanya tinggal empat perusahaan. Padahal, sebelumnya ada tujuh perusahaan yang beroperasi di daerah industri terbesar di Indonesia itu.

“Salah satunya penyebabnya upah tinggi, tetapi memang banyak faktor lain penyebabnya seperti tingginya harga bahan baku, transportasi dan lain sebagainya,” kata dia.

Sementara itu Kepala Konsulat Cabang (KC) FSPMI Bekasi, Sukamto menyambut baik adanya industri yang memilih pindah ke daerah lain. Menurutnya hal itu perlu dilakukan sebagai upaya pemerataan industri.

BACA: Ketua DPRD Desak Bupati Putuskan UMSK 2020 Sebelum Akhir Tahun Ini

“Bagus, itu namanya pemerataan dan memang seharusnya pemerintah yang mengatur itu, membuat kluster industri seperti industri untuk pembuatan sirup nanas bisa di Subang, industry kayu jangan di Jawa tetapi di Kalimanatan, Garmen (kalau UMK disini terlalu tinggi) cari di daerah lain yang sesuai dengan kemampuan mereka, jadi ada penyebaran dan di Kabupaten Bekasi yang tinggi-tinggi saja. Kalau adanya penyebaran, Kabupaten Bekasi tidak terlalu ramai dan pemerintah nantinya juga tidak lagi bingung-bingung mengatur persoalan urbanisasi,” kata dia.

Justru yang menjadi persoalan saat ini, sambung Sukamto, adalah adanya perusahaan yang tidak patuh (melanggar) aturan dan tidak adanya penindakan dari pemerintah atau instansi terkait. “Jadi ada perusahaan yang mampu bayar tetapi karena pesaingnya tidak pakai aturan dan tidak ditindak, akhirnya yang taat kan jadinya bingung dan terjadi persaingan tidak sehat di industri,” tuturnya.  (BC)

Pos terkait