BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT – Pasca aksi penutupan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) oleh warga Desa Burangkeng, Kecamatan Setu pada Senin (04/03) lalu, Pemerintah Kabupaten Bekasi mengintruksikan agar TPA kembali dibuka. Di sisi lain, Pemkab pun berjanji akan mengakomodir tuntutan warga yang terdampak.
Hal tersebut terungkap dalam rapat internal Pemkab Bekasi bersama sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD), kepolisian dan TNI, serta UPTD Pasar, UPTD Kebersihan dan UPTD PAS Burangkeng pada Rabu (06/03). Dalam rapat yang digelar di ruang rapat Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bekasi itu, perwakilan warga Desa Burangkeng sebenarnya turut diundang namun tidak datang.
BACA: Warga Desa Burangkeng dan Pemkab Batal Berunding
Kepala Bidang Kebersihan di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi, Dodi Agus Supriyanto menegaskan hasil rapat memutuskan bahwa TPA Burangkeng harus kembali dibuka. Soalnya, selama TPA ditutup, sampah dari seluruh titik di Kabupaten Bekasi tidak dapat terangkut. Untuk mencegah terjadinya gesekan, pembukaan TPA akan melibatkan kepolisian dan TNI.
“Sesuai instruksi dari pimpinan rapat, memutuskan bahwa TPA hari ini harus dibuka sambil kami melaksanakan pembenahan usulan masyarakat bagaimana sesuai dengan regulasi yang berlaku. Nanti, Pak Kapolsek dan Pak Danramil yang akan menyampaikan hasil rapat ini ke warga. Jadi aparat nanti yang akan bergerak,” kata Dodi Agus Suprianto.
Diungkapkan Dodi, akibat penutupan TPA Burangkeng itu, setidaknya ada 2.400 ton sampah di Kabupaten Bekasi yang tidak terangkut. Jika dibiarkan, penumpukan sampah akan menjadi masalah baru dan merugikan warga lebih luas.
“Teman-teman di UPTD Pasar banyak mengeluhkan sampah tidak diangkut. Jika produksi sampah di Kabupaten Bekasi itu setiap hari 800 ton, dikali tiga hari ditutup, berarti ada 2.400 ton sampah tidak terangkut. Hampir setara dengan sampah di Sungai Pisang Batu yang kemarin kita angkat. Bisa kebayang kalau sampai besok belum dibuka. Kemudian jumlah itu belum termasuk sampah-sampah liar,” ucapnya.
Dodi menambahkan, meski TPA dibuka, tuntutan warga terkait kompensasi akan tetap difasilitasi. Namun, ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi, seperti surat keputusan tentang pemberian kompensasi hingga pendataan warga terdampak.
“Kalau sekarang mereka teriak-teriak minta kompensasi, datanya mana? Harus diverifikasi, benar apa nggak terdampak, mana yang punya KTP dan tidak, mana punya KK dan tidak. Kompenasasi itu bisa diberikan atas sinergitas semua pihak mulai dari Tim 17 (kelompok yang menginisasi kompensasi), warga, desa, karena kami juga harus mengetahui berapa jumlah KK yang terkena dampak supaya memudahkan hitung-hitung angka kompensasi,” ujar dia.
Untuk mengakomodir kompensasi yang diinginkan warga, Dodi mengatakan pihaknya telah menjadwalkan ulang perundingan dengan warga Desa Burangkeng. Agenda tersebut akan digelar di ruang rapat Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi pada Selasa, 12 Maret 2019 mendatang.
“Hasil rapat nanti akan kita sampaikan kepada Plt Bupati agar Beliau bisa menginstruksikan seluruh OPD untuk mengambil langkah-langkah terkait persoalan ini,” papar Dodi.
Sementara itu Asisten Daerah III, Suhup menyatakan tuntutan warga Burangkeng agar mendapat kompensasi dari keberadaan TPA dapat ditindaklanjuti. Soalnya, tuntutan tersebut memang tercantum dalam regulasi, tepatnya pada Undang-undang 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
“Proses pemberian uang kompensasi itu bisa dilakukan karena jika mengacu kepada undang-undang dan peraturan yang berlaku itu diperbolehkan. Hanya saja, mekanismenya harus ditempuh terlebih dahulu. Jadi ada kajian yang mesti dilakukan sebelumnya. Tidak bisa ujug-ujug,” kata dia. (BC)