Tak Pernah Diajak Rembugan, Kebijakan Baru Pemprov Jabar Bikin Sekolah Swasta Terjepit

Rencana Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk menambah jumlah siswa maksimal menjadi 50 orang per kelas di SMA/SMK Negeri pada tahun ajaran 2025/2026 menuai kritik dari berbagai pihak, salah satunya dari Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kabupaten Bekasi
Rencana Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk menambah jumlah siswa maksimal menjadi 50 orang per kelas di SMA/SMK Negeri pada tahun ajaran 2025/2026 menuai kritik dari berbagai pihak, salah satunya dari Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kabupaten Bekasi

BERITACIKARANG.COM, TAMBUN SELATAN – Rencana Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk menambah jumlah siswa maksimal menjadi 50 orang per kelas di SMA/SMK Negeri pada tahun ajaran 2025/2026 menuai kritik dari berbagai pihak, salah satunya dari Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kabupaten Bekasi. Kebijakan ini dinilai berpotensi memberikan dampak negatif terhadap keberlangsungan sekolah swasta di wilayah tersebut.

Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Swasta (MBPS) Kabupaten Bekasi, Ahmad Syauqi, mengungkapkan bahwa dalam sepekan terakhir, pihaknya menerima banyak keluhan dari berbagai yayasan dan sekolah swasta terkait kebijakan tersebut. “Seminggu ini ada lebih dari 10 teman-teman dari SMA/SMK swasta, termasuk yayasan, yang mengeluhkan kebijakan ini,” ujarnya, Sabtu (05/07).

Bacaan Lainnya

Ahmad Syauqi menegaskan bahwa pihaknya mendukung program pemerintah untuk memastikan hak pendidikan bagi seluruh anak, termasuk program wajib belajar. Namun, ia menilai bahwa pemerintah perlu melibatkan sekolah swasta dalam perumusan kebijakan yang berdampak langsung pada sektor pendidikan swasta.

BACA: Sekolah di SD dan SMP Swasta, Siswa Miskin Berprestasi dapat Beasiswa

“Kita mendukung program pemerintah, tetapi kalau kebijakan itu menyentuh langsung sekolah swasta, seharusnya ada diskusi bersama untuk mencari solusi terbaik. Sekolah swasta selama ini turut membantu pemerintah dalam mencerdaskan anak bangsa. Jadi, kami berharap pemerintah juga memberikan perhatian yang sama kepada sekolah swasta,” tambahnya.

Ia juga mengkritisi kebijakan-kebijakan sebelumnya yang dinilai kurang melibatkan pihak sekolah swasta dalam proses pengambilan keputusan. Contohnya, larangan kegiatan seperti study tour hingga pembebasan ijazah siswa yang menunggak pembayaran yang disebut dilakukan tanpa komunikasi yang baik dengan pihak terkait. “Kami patuh karena beliau adalah pemimpin kami, tetapi kami merasa tidak pernah diajak berdiskusi. Sekarang ada kebijakan baru lagi seperti ini. Intinya, kami dari pihak swasta tidak pernah dilibatkan sama sekali,” ungkapnya.

Ahmad Syauqi meminta pemerintah untuk lebih inklusif dalam proses pengambilan kebijakan di sektor pendidikan. “Jadi tolonglah setiap kebijakan apapun jangan langsung mengeluarkan statement ketika mendengarkan aduan dari masyarakat tanpa ada koordinasi dengan kita. Jangan hanya masyarakat A atau B saja, ya semua dilibatkan, diajak ngobrol juga. Kita juga masyarakat Jawa Barat,” imbuhnya.

Sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan tersebut, BMPS Kabupaten Bekasi telah berkoordinasi dengan BPMS Jawa Barat untuk menyampaikan keberatan mereka kepada pemerintah provinsi Jawa Barat. Ahmad Syauqi menyarankan solusi alternatif yang lebih adil bagi semua pihak, seperti menggratiskan siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri untuk bersekolah di swasta, dengan cara dibiayai oleh pemerintah.

“Daripada menambah jumlah siswa di kelas, lebih baik pemerintah membiayai siswa yang masuk ke sekolah swasta. Misalnya, jika SPP di sekolah swasta Rp300 ribu, pemerintah bisa membantu mensubsidi Rp150 ribu. Dengan cara seperti itu, tidak ada masalah. Semua bisa berjalan sesuai dengan prinsip keadilan,” pungkasnya. (DIM)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Pos terkait