Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Kabupaten Bekasi Terus Meningkat

Ilustrasi
Ilustrasi

BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT – Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Bekasi terus menunjukkan tren peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), tercatat 263 kasus pada tahun 2023, meningkat menjadi 293 kasus pada tahun 2024, dan hingga Agustus 2025 sudah ada 198 kasus yang dilaporkan.

Plt Kepala DP3A Kabupaten Bekasi, Titin Patimah, mengungkapkan bahwa anak masih menjadi kelompok paling rentan dan paling banyak menjadi korban dalam kasus-kasus tersebut. Jenis kekerasan yang mendominasi adalah pelecehan seksual dan pencabulan, yang sebagian besar dilakukan oleh orang terdekat korban, termasuk anggota keluarga.

Bacaan Lainnya

“Sekarang ini banyak kasus yang viral terkait pelecehan seksual, bahkan ada yang dilakukan oleh ayah kandung maupun ayah tiri. Ini membuktikan bahwa keluarga, yang seharusnya menjadi lingkungan teraman bagi anak, justru menjadi tempat yang berisiko,” ujar Titin.

BACA: Kementerian PPPA Tingkatkan Layanan SAPA 129 untuk Penanganan Kekerasan Perempuan dan Anak

Selain kekerasan seksual, kasus penelantaran anak juga sering terjadi. Meski jenis kekerasan bervariasi, pelecehan seksual tetap menjadi persoalan utama yang harus segera ditangani.

Dalam upaya mencegah dan menangani kekerasan ini, DP3A terus melakukan edukasi dan sosialisasi melalui unit layanan Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) hingga ke tingkat desa dan kecamatan. Kegiatan ini melibatkan aparat setempat, termasuk Kasi PMD di kecamatan, yang dianggap memahami kondisi wilayah masing-masing.

“Ketika masyarakat membutuhkan narasumber atau materi pencegahan kekerasan, kami selalu siap turun langsung. Koordinasi ini penting agar penanganan bisa cepat dan tepat,” jelas Titin.

Ia menegaskan bahwa pencegahan kekerasan terhadap anak dan perempuan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga keluarga dan lingkungan sekitar. Titin menekankan pentingnya pengawasan orang tua terhadap anak, terutama saat berada di luar rumah pada malam hari.

“Kalau anak belum pulang hingga larut malam, yang pertama kali tahu itu keluarga. Jadi pengawasan keluarga sangat menentukan. Jangan sampai anak merasa tidak aman di dalam rumah, karena dari situlah perlindungan anak seharusnya dimulai,” tegasnya.

Selain pengawasan keluarga, Titin juga menyebutkan bahwa sistem keamanan lingkungan (siskamling) dapat berperan besar dalam mencegah potensi terjadinya kekerasan. Dengan adanya patroli dan pemantauan lingkungan, aktivitas remaja yang sering nongkrong hingga larut malam dapat lebih terkontrol.

“Kalau ada siskamling, anak-anak yang berkerumun atau berduaan di luar bisa langsung dibubarkan. Itu otomatis akan memperketat pengawasan dan kami tentu mendukung penuh program pemerintah daerah,” tuturnya. (DIM)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Pos terkait