BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT – Sejumlah pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam Amanat Keresahan Masyarakat Bekasi (AKSI) menggerudug gedung DPRD Kabupaten Bekasi, Kamis (01/02). Mereka mendesak agar Bupati dan Wakil Bupati beserta 50 orang anggota DPRD Kabupaten Bekasi menyetuji tiga tuntutan yang mereka bawa yang selanjutnya disebut dengan Tritura atau Tiga Tuntutan Rakyat.
Adapun tuntutan pertama adalah meminta Pemkab Bekasi membuka seluas-luasnya Informasi Publik agar masyarakat bisa ikut andil dalam melakukan pengawasan pembangunan dan kesejahteraan wilayahnya melalui website resmi Pemkab Bekasi sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
“Peran serta masyarakat tampak sengaja dikebiri oleh pemerintahnya sendiri dengan tidak dibuka seluas-luasya informasi publik. Website resmi Pemkab Bekasi tidak menyajikan apa yang menjadi hak publik seperti draft APBD. Padahal jika saja dimuat maka masyarakat bisa ikut andil mengawasi pembangunan di wilayahnya,” kata Jaelani, Ketua BEM STT Pelita Bangsa.
Tuntutan kedua, adalah agar pemerintah mengabari dan mengikutsertakan elemen masyarakat dalam pembahasan RAPBD menjadi APBD sebagai nadi kehidupan sebuah daerah.
“Karena pemerintah daerah dan anggota DPRD Kabupaten Bekasi yang mendapat amanah masyarakat untuk merencanakan, menganggarkan, mengesahkan dan melaksanakan APBD seolah-olah tidak maksimal dan merakyat. Sehingga masih nyata persoalan-persoalan mendasar di masyarakat seperti kemiskinan, buta huruf, gizi buruk, macet, banjir, kriminalistas dan lain sebagainya,” ucapnya.
Persoalan-persoalan itu, sambungnya, muncul dan tidak teratasi seolah karena Bupati dan Wakil Bupati beserta 50 anggota dewan tidak hadir dengan maksimal untuk masyarakat. “Padahal fasilitas yang diterimanya selalu maksimal seperti gaji, tunjangan perumahan, tunjangan rapat, pakaian yang digunakan dan lain sebagainya. Itu semua bersumber daru keringat masyarakat yang berharap agar mereka bisa mengelola daerah dengan sebaik-baiknya,” tegasnya.
Sementara untuk tuntutan ketiga, adalah terkait dengan persoalan yang sedang viral saat ini, yakni dengan adanya mata anggaran pengadaan pakaian untuk kepala daerah yang nominalnya menembus angka Rp. 1 miliar/ tahun untuk pembelian 14 jenis pakaian yang berjumlah 124 buah. Padahal, kata dia, mayoritas masyarakat kita hanya mampu membeli pakaian 1-2 stel pertahun itupun dibeli pada saat hari lebaran. “Pemborosan uang rakyat seperti ini adalah salah satu bentuk penindasan yang nyata dan jelas menyakiti hati rakyat!” tegasnya.
Untuk itu, dirinya atas nama AKSI meminta kegiatan pengadaan pakaian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang mencapai Rp. 1 miliar pertahunnya dihapus dan mendesak agar anggaran tersebut tidak diserap di tahun 2018 ini.
“Besaran harga pengadaan pakaian untuk Bupati dan Wakil Bupati kami yakin tanpa sepengetahunnya dan kami yakin juga mereka ikhlas untuk mengabdi sepenuh hati dengan membeli pakaian seragam dengan uang pribadi. Mereka hanya memakai fasilitas yang sudah disediakan instansi terkait, lalu mengapa anggaran sebesar itu bisa lolo dri RAPBD menjadi APBD? Ada apa dengan wakil rakyat kita? Dan lebih mirisnya lagi hal ini terjadi bertahun-tahun,” kata dia.
Hingga tulisan ini dibuat, aksi masih dilakukan dihalaman gedung DPRD Kabupaten Bekasi dan belum ada satu orang pun anggota legislatif yang menerima pendemo. (BC)