BERITACIKARANG.COM, TAMBUN UTARA – Pelaksana Harian (Plh) Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Ade Afriandi buka suara terkait 36 siswa yang batal masuk SMK Negeri 1 Tambun Utara.
Menurutnya, pembatalan terpaksa dilakukan lantaran proses penerimannya tidak sesuai dengan ketentuan yang ada, yakni Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 9 tahun 2024 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru tahun 2024.
“Jadi sebelum pelaksanaan PPDB dimulai, SMA/SMK dan SLB Negeri di Jawa Barat telah melaporkan kuota atau rombel yang tersedia. Nah data ini kemudian terkunci di sistem dan proses PPDB baik tahap satu maupun dua itu dilakukan dalam rangka memenuhi kuota atau rombel yang sebelumnya sudah dilaporkan,” kata Ade Afriandi
Adapun ke 36 calon peserta didik yang tergabung dalam satu rombel merupakan usulan Kepala Desa maupun tokoh masyarakat setempat. Pembatalan terpaksa dilakukan lantaran di tahun 2024 ini pemerintah berkomitmen untuk tidak membuka jalur optimalisasi atau penambahan rombel secara offline.
“Dari data yang kami ungkap, ternyata memang setiap tahunnya di SMK ini selalu ada penambahan rombel. Khusus di tahun 2024 karena semua berkomitmen untuk melaksanakan sesuai aturan, oleh karena itu penambahan-penambahan rombel diluar rombel yang sudah ditetapkan itu tidak dimungkinkan untuk dilaksanakan,” ungkapnya.
BACA: 36 Siswa Baru Batal Masuk SMK Negeri 1 Tambun Utara, Ortu Gembok Gerbang Sekolah
Sebelumnya, puluhan siswa baru di SMK Negeri 1 Tambun Utara terpaksa menelan kekecewaan lantaran dibatalkan masuk sekolah tahun ajaran 2024/2025. Orang tua dan para siswa yang kesal dengan keputusan tersebut menggelar aksi demo hingga menggembok pagar gerbang sekolah.
Aksi demo ini digelar setelah orang tua siswa mendapatkan pengumuman dari pihak sekolah yang menyatakan satu rombongan belajar (rombel) tambahan yang terdiri dari 36 siswa baru tahun ajaran 2024/2025 tidak diperkenankan mengikuti proses belajar mengajar lantaran tidak mendapatkan persetujuan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Padahal mereka telah mengikuti masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) dan mengeluarkan uang seragam senilai Rp1,7 juta.
“Awalnya kan ada jalur ketiga yaitu penambahan kelas (rombel). Saya udah dikumpulin terus kita dimintain tanda tangan dan anak juga udah mengikuti kegiatan MOS (MPLS). Eh kemarin dikumpulin lagi katanya gak diterima, anak saya kasian kalau sekolah di tempat lain soalnya dianggap buangan,” kata Marni, orang tua siswa saat ditemui di sela-sela aksi demo di depan SMK Negeri 1 Tambun Utara, Senin (22/07).
Selain mengalami kerugian secara materil, sejumlah orang tua juga mengaku keputusan tersebut telah menganggu mental sang anak. “Kalau memang dari awal kita gak diterima ya saya terima, tetapi ini kan udah diterima malah dikeluarin. Kasian anak saya, sampai depresi. Saya ajak kesini aja gak mau, udah malu,” kata Susan, orang tua siswa lainnya.
Sementara Kepala SMK Negeri 1 Tambun Utara, Firdaus B Selomo menjelaskan pada mulanya pihak sekolah menerima penambahan satu rombel sebanyak 36 siswa atas dasar usulan dari kepala desa dan tokoh masyarakat setempat.Namun setelah mereka memasuki MPLS, pengajuan pihak sekolah ditolak oleh Dinas Pendidikan Provisi Jawa Barat. Bahkan Kementrian Pendidikan akan menjatuhkan sanksi penghentian dana BOS untuk seluruh siswa di sekolah tersebut jika masih menerima murid baru di luar jalur PPDB Online.
Selain itu, pihak sekolah juga bersedia mengembalikan dana pembelian seragam yang telah dibayarkan oleh orang tua siswa. (DED)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS