BERITACIKARANG.COM, CIKARANG UTARA – Sekitar 32.520 siswa atau 70 persen sekolah menengah atas dan kejuruan tidak tertampung dalam penerimaan peserta didik baru 2016 Kabupaten Bekasi. Para siswa ini terpaksa masuk sekolah swasta karena minimnya jumlah sekolah negeri.
Selain minimnya jumlah sekolah, banyak siswa yang tinggal di lingkungan sekolah negeri tapi gagal masuk karena kuota penuh. Kuota tersebut justru lebih dulu habis oleh banyaknya siswa yang mutasi dari desa atau kecamatan lain demi bersekolah di sekolah favorit.
Kepala Dinas Pendidikan Muhammad Agus Supratman mengatakan, PPDB bukan hanya hajat Dinas Pendidikan namun juga Pemerintah Kabupaten Bekasi. Untuk itu, sebelum digelar, pihaknya sudah mengadakan rapat bersama sejumlah dinas terkait, mulai dari Dinas Bangunan, Dinas Sosial, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil hingga Dinas Komunikasi dan Informasi. Menurut dia, berdasarkan hasil persiapan yang dilakukan, minimnya jumlah sekolah negeri tidak dapat dipungkiri.
“Dari informasi yang diperoleh dari hasil rapat dengan berbagai dinas itu dihasilkan data yang dijadikan sistem. Dari sistem dan pelaksanaan tahun ini saya dapat katakan cenderung lebih baik dari tahun tapi dari kuota memang sulit. Saya sudah siap di-bully dengan berbagai alasan namun memang kondisinya demikian,” ujar Supratman usai menggelar rapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bekasi, Kamis (21/07).
Berdasarkan data Disdukcapil, kata Supratman, ada sekitar 50.000 warga usia SMA sederajat. Namun daya tampung sekolah negeri hanya 17.880 siswa yang terbagi dari 39 SMA dan 14 SMK. Jumlah SMA/K negeri itu jauh lebih sedikit dari SMP negeri yakni 104 sekolah. Maka siswa yang berasal dari SMP negeri kesulitan masuk ke SMA negeri karena jumlahnya yang tidak seimbang.
Diakui Supratman, minimnya jumlah peserta PPDB yang lolos membuat banyak pihak kecewa. Bahkan muncul desakan mulai dari membangun ruang kelas baru sampai menambah jumlah siswa di setiap kelas. Namun, kata Supratman, hal tersebut bukan menjadi kewenangan Dinas Pendidikan.
“Di satu kelas itu hanya 40 siswa, kalau dipaksa lebih sistemnya tidak akan menerima. Untuk urusan penambahan ruang kelas itu pun bukan kewenangan kami,” kata dia.
Lebih lanjut diungkapkan Supratman, minimnya jumlah sekolah ini terjadi hampir setiap tahun. Tidak hanya di tingkat SMA, kekurangan pun terjadi di SMP. “Tahun 2013 itu akan dibuat 14 unit sekolah baru SMP. Sampai detik ini, hari ini cuma 1 yang ada. Sisanya 13 lagi masih kleweran di mana-mana sekolahnya,” kata dia. (TA)