Tolak Harga Ganti Rugi Lahan Tol Cibitung – Cilincing, Warga Telaga Asih Mengadu Ke DPRD

Ratusan warga RW 05 Kelurahan Telagaasih Kecamatan Cikarang Barat saat menduduki Gedung DPRD Kabupaten Bekasi, Rabu (27/12)
Ratusan warga RW 05 Kelurahan Telagaasih Kecamatan Cikarang Barat saat menduduki Gedung DPRD Kabupaten Bekasi, Rabu (27/12)

BERITACIKARANG.COM, CIKARANG PUSAT  – Ratusan warga RW 05 Kelurahan Telagaasih Kecamatan Cikarang Barat menggeruduk Gedung DPRD Kabupaten Bekasi, Rabu (27/12). Mereka memertanyakan skema penerapan harga ganti rugi tanah yang digunakan untuk pembangunan tol Cibitung – Cilincing.

Harga yang ditetapkan oleh tim apprasial dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) dinilai terlalu rendah. Bahkan, terdapat ketimpangan harga dari satu rumah denga rumah yang lain, padahal saling bertetangga.

Bacaan Lainnya

“Kami kemari menanyakan dasar penilaian itu seperti apa. Ada rumah makan padang yang tanahnya ditetapkan harganya Rp 8 juta per meter. Sedangkan rumah yang di sampingnya, bersebelahan, bahkan satu tembok itu dihargai cuma Rp 1,7 juta per meter. Ini ngitungnya bagaimana,” kata Iswanti (28), salah seorang warga saat beraudiensi dengan Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Sunandar beserta dua Anggota Dewan, Urian dan Nyumarno.

Hadir dalam audiensi tersebut, Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bekasi Deni Santo. Pada pertemuan itu, mayoritas pertanyaan warga ditujukan pada BPN. Warga menyayangkan sikap BPN yang tidak pro aktif mengakomodir persoalan harga ganti rugi tanah. “Yang kami tanyakan soal harga tanah kenapa bisa saling berbeda. Pertanyaan ini tidak pernah dijawab, ditanggapi dengan tuntas,” kata Iswanti.

Dikatakan dia, warga tidak pernah diberitahu secara tentang pembangunan tol Cibitung – Cilincing yang bakal melintasi pemukiman mereka. Warga baru dilibatkan saat diundang dalam pertemuan pembayaran ganti rugi.

“Dari awal kami tidak dilibatkan, padahal ini tanah kami, tanah kelahiran kami. Kami tidak memersoalkan pembangunan, kami mendukung itu. Tapi caranya tidak seperti ini. Kami tidak diberitahu kapan penetapan lokasinya, kapan tim apprasial mulai menghitung lahan kami. Tiba-tiba undangan datang, kami dikumpulkan kemudian dikasih amplop uang ganti rugi. Itu pernghitungannya dari mana,” ucap dia.

Bahkan, saat pembagian uang ganti rugi, warga tidak boleh membuka isi amplop. Isi amplop baru boleh dibuka di rumah. “Warga ditekan agar menerima, kalau tidak nanti urusannya di pengadilan. Ini kok bisa begini. Padahal kami kan yang punya tanah,” ucap dia.

Achmad Mustopa, warga lainnya, menyatakan, persoalan harga ganti rugi ini telah dibahas hingga tujuh kali pertemuan tapi tidak menunjukkan hasil. Perubahan nilai ganti rugi ini tidak pernah ditindaklanjuti. Menurut dia, sistem ganti rugi harus dilakukan dengan layak dan harus menjamin kelanjutan kehidupan pemilik tanah. “Tapi kenyataannya, yang pernah menjual tanah untuk pembangunan ini kini justru kebingungan. Mereka bisa membeli tanah baru tapi tidak punya uang untuk membagun rumahnya,” kata dia.

RW 05 Keluarahan Telagaasih, kata Achmad, merupakan wilayah administrasi. Mulai dari kantor kecamatan, mapolsek hingga makoramil berada di RW 05. Selain itu, wilayahnya pun berdekatan dengan Jalan Nasional Karawang – Bekasi.

“Kemudian dari Recana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bekasi, wilayah kami termasuk wilayah hijau. Maka tentu wilayah hijau, di dekat jalan nasional dan banyak kantor pemerintahan, tentunya harganya harus menyesuaikan,” kata dia.

Dalam kesempatan tersebut, lanjut Achmad, warga telah berkomitmen menolak harga ganti rugi serta menolak semua pekerjaan pembangunan konstruksi tol di wilayahnya sampai tuntutan kenaikan harga ganti rugi ditindaklanjuti.

“Kami menuntut nilai harga tanah minimal Rp 7 juta per meter dari semula hanya Rp 1,7-2,9 juta. Kemudian kami menuntut harga rumah atau bangunan minimal itu minimal Rp 4 juta per meter. Kalau nilai uang yang ditetapkan sangat rendah hanya Rp 1,2 juta sampai kurang dari Rp 2 juta per meter,” kata dia.

Sementara itu, Kepala BPN Kabupaten Bekasi Deni Santo mengaku tidak bisa serta merta mengubah harga ganti rugi tanah. Berdasarkan Undang-undang 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah, harga tanah ditentukan oleh hitungan tim appraisial yang bekerja independen.

Meski demikian, Deni menyarankan warga untuk mengajukan permohonan invetarisasi ulang aset yang dimiliki. “Silakan ajukan investarisasi ulang secara individu bukan kelompok. Nanti dari situ, ada akan dievaluasi. Kami sediakan formulirnya untuk membantu warga,” ucap dia.

Ketua DPRD Kabupaten Bekasi Sunandar mendesak BPN menindaklanjuti keluhan warga. Menurut dia, selain bertugas membebaskan lahan, BPN pun harus memerhatikan warga yang statusnya sebagai pemilik lahan. “Harus diperhatikan betul ini bagaimana nasib warga. Jangan sampai karena harga rendah, mereka yang tadinya punya rumah dan tanah justru kebingungan. Jangan sampai terjadi dan kami akan mengawasi kelanjutan persoalan ini,” ucapnya. (BC)

Pos terkait